Pernah lihat ada dua merk yang sepertinya nggak relate sama sekali tiba-tiba muncul barengan di suatu campaign? Misalnya, dulu rame Oreo X Supreme yang bikin wafernya jadi warna merah. Secara sederhana, itulah co branding.
Yap, itu adalah strategi marketing yang menggabungkan kekuatan dari dua merk dan menghasilkan yang lebih besar dari keduanya.
Bisnis memang penuh dengan persaingan, tapi strategi kolaborasi branding ini bisa jadi senjata kuat untuk bikin pasar jadi berminat, menggabungkan kekuatan masing-masing, dan tentu untuk naikin citra merk.
Jika menerapkannya, maka produk akan muncul dengan cara yang berbeda dan begitu kreatif. Inilah mengapa akhirnya manfaat dari kolaborasi brand bisa kamu dapetin. Mau tahu lebih jauh? Yuk, belajar!
Jadi, co branding adalah suatu strategi dalam dunia pemasaran. Strateginya yakni dalam bentuk kerja sama antara dua merk bahkan lebih untuk bikin produk maupun layanan baru.
Tujuan utama dari strategi ini sudah pasti peningkatan brand awareness atau kerja sama yang akan menguntungkan buat keduanya.
Pernah tahu soal Apple Watch Nike+? Itu salah satu bentuk kerja sama antara Nike dan Apple.
Sering nontonin video akrobat bikinan Red Bull yang nggak pernah pakai action cam selain GoPro? Itu juga bentuk dari co branding.
Bagusnya strategi ini daripada yang lain menurut Sprout Social adalah jangkauan audiens baru dengan cara mengoptimalkan basis pelanggan dari pihak yang diajak kerja sama.
Misalnya nih, Red Bull sudah punya basis minat yakni konsumen minuman berenergi.
Nah, GoPro memanfaatkan konsumen yang punya ciri, perilaku, atau karakter yang sesuai dengan produknya dan secara keseluruhan sama seperti basis konsumen Red Bull.
Akhirnya, mereka bekerja sama dengan selalu mengkombinasikan aksi akrobatik dengan action cam. Reputasi GoPro naik, Red Bull juga dapat sokongan penuh dari GoPro, dan dapat keuntungan kompetitif lain dari co branding strategy ini.
Kalau dari segi pengertian aja mungkin kamu belum paham banget, maka baiknya kami beri contoh-contohnya. Sejumlah merk ini sudah terkenal dan memang populer dalam penerapan strategi co branding mereka. Misalnya:
Padahal dua brand ini udah gede banget dan peminatnya tinggi. Walaupun begitu, mereka tak ingin berhenti buat terus berinovasi dalam produknya.
Kolaborasi ini emang jelas sukses besar karena kini, sudah ada Chitato varian rasa Indomie Goreng.
Respon yang muncul di masyarakat rata-rata kaget sekaligus penasaran. Nah, dengan respon yang cukup besar itu, kolaborasi antara keduanya sering jadi obrolan di sosial media yang menandakan kesuksesan strateginya.
Kalau yang paling aneh, ada Oreo x Supreme. Gimana nggak aneh, dua brand ini nampaknya tidak punya hubungan sama sekali.
Satu brand jual makanan, satunya lagi brand fashion. Tapi, justru karena itulah keduanya bikin produk yang nyuri perhatian kala rilis.
Produk makanan dari keduanya tetap wafer Oreo seperti biasa. Bedanya, tulisan Oreo di bagian tengah wafer diganti jadi ‘Supreme’. Selain itu, warna dari wafernya juga berganti dari hitam jadi merah.
Strategi co branding ini menghasilkan produk yang harga untuk tiga kepingnya, bisa Rp1,5 juta. Mahal? Tentu, bagi pecinta Supreme bukan masalah sama sekali. Mereka akan tetap beli dan mengoleksinya.
Kami yakin, udah hampir semua orang tahu mengenai dua brand fashion kenamaan ini.
Brand mewah Versace, ternyata pernah kerja sama dengan H&M. Mereka meluncurkan produk yang sudah pasti edisi terbatas.
Strategi ini bahkan bikin banyak orang heran karena keduanya seperti berlawanan. Versace itu brand yang terkenal dengan kesan luxury. Sedangkan H&M terkenal dengan kesederhanaan dan juga produk yang cocok buat harian.
Di tahun 2011, partnership antara keduanya bikin banyak orang yang utamanya jadi pengguna produk H&M bisa menikmati high-fashion. Tapi, harganya lebih pas di kantong.
Wah, ini sih jadi salah satu co branding yang seolah undefeated. Bagaimana tidak, pasalnya ada dua ‘raksasa’ dari Korea yang bekerja sama.
Ada Samsung yang sudah lama menempati posisi sebagai raksasa teknologi. Bukan Korea doang, tapi global. Ada juga BTS yang jadi ‘raksasa’ di kultur K-pop dengan fans bejibun plus loyalnya minta ampun.
Ini dilakukan tahun 2020 dan menurut laman Tirto, Samsung S20+ BTS yang jadi produknya, langsung ludes hanya 57 menit setelah rilis.
Padahal, harganya tak bisa kita bilang murah karena sampai Rp18 jutaan. Kalau di mata uang Korea Selatan, yakni 1.584.000 Won. Apakah strategi ini berhasil? Jika tidak berhasil, maka tidak akan ada yang memberitakan HP ini ludes terjual.
Brand kopi satu ini emang cerdik banget kalau soal marketing. Mereka ngajak BLACKPINK untuk kolaborasi.
Dari beberapa data, produk Tumbler Starbucks x BLACKPINK langsung habis seketika dalam pre-salesnya.
Kalau soal Hallyu Wave atau Korean Wave, emang kita nggak boleh ragukan. Kekuatannya memang besar karena banyak fans yang loyal dan gila-gilaan kalau ada produk yang berkaitan dengan idola mereka.
Kalau mau bikin strategi ini, jangan salah mengira jika usahamu cuma nempelin dua logo dari dua brand bersamaan. Tapi, ini soal sinergi yang sesuai agar hasil atau produknya lebih cakep. Dari riset kami, setidaknya begini strateginya:
Kalau boleh menyarankan, pertimbangkan soal pemilihan partner. Intinya jangan sampai salah karena yang kamu butuhin itu bukan sekadar menempelkan logo.
Bagaimana cara memilih partnernya? Gampang. Kamu bisa memastikan visi dan misi yang mirip.
Contohnya nih, Starbucks sama Aqua. Mereka bikin campaign bareng yakni ‘Greener Nusantara’ yang intinya, akan berfokus pada keberlanjutan dari lingkungan.
Jika nilai, visi, dan misinya mirip, maka produk, layanan, hingga campaign co branding kamu tidak terkesan terpaksa dan terasa lebih alami.
Dari tadi juga sudah kami singgung kalau soal kesamaan ciri atau kesesuaian audiens itu penting. Seperti Red Bulls x Go Pro, atau Samsung x BTS, bahkan Starbucks x BLACKPINK.
Kalau Samsung misalnya, mereka udah tahu jika ‘Army’ akan all-out dalam mendukung idolanya, BTS.
Jadi, hampir semua produk yang punya ‘cita rasa’ BTS bakal mereka dapetin. Biar nggak salah milih audiens, sudah pasti langkahnya kenali dulu siapa targetnya, apa yang mereka inginkan.
Kalau kolaborasi begini, sebaiknya tak cuma pertimbangan keuntungan karena yang kamu targetkan itu manusia dengan emosi. Salah dikit, reputasi bisa hancur, loh.
Campaign kolaborasi branding ini biasanya bakal bagus kalau ada dukungan maksimal dari strategi digital.
Jadi, pakai juga platform media sosial kamu dan bikin hype sama seperti Starbucks dan BLACKPINK yang berkolaborasi. Gabungan dari FOMO dan sosial media, bisa bikin produk hasil kolaborasimu jadi incaran.
Ini maksudnya apa? Sudah pasti untuk memberikan kesan unik dan eksklusif. Seperti Chitato dan Indomie Goreng.
Siapa coba yang nyangka kalau keduanya bakal cocok? Orang-orang bisa penasaran dengan ini dan di situlah, strategimu berhasil.
Penting juga nih tips buat yang mau nerapin co branding yakni proteksi merk. Kalau ada merk baru yang muncul dari hasil kolaborasimu, sebaiknya lindungi dulu dengan layanan Perlindungan Merk Mebiso.
Dengan ini, brand atau merk baru yang kamu bikin, bakal terhindar dari kemungkinan plagiasi perusahaan lain yang bisa merusak reputasi!
Masih cocok selama ada audiens dari salah satu brand yang menjadi basis peminat.
Biasanya demi mencapai tujuan, visi, dan misi yang mirip dari dua brand atau merek.
Ada, biasanya churn rate jadi tinggi, segmentasi pasar kurang jelas, dan fixed cost yang lebih besar jika gagal.