Kasus sengketa merek eiger memasuki babak baru. Kasus sengketa merek dagang yang melibatkan Eiger terjadi ketika perusahaan tersebut menghadapi klaim dari pihak lain yang mengaku memiliki hak atas merek serupa.
Perselisihan ini menyoroti pentingnya perlindungan merek dagang dalam industri outdoor, di mana merek yang sudah dikenal luas seperti Eiger berusaha mempertahankan eksklusivitas dan reputasinya.
Akibat sengketa tersebut, Eiger harus mengeluarkan sumber daya untuk menyelesaikan masalah hukum dan memastikan bahwa mereknya tidak terganggu oleh klaim yang tidak sah.
Selengkapnya, baca artikel ini sampai selesai.
Salah satu brand lokal yang terkenal, yakni Eiger menyimpan kisah pilu. Sebab, ia harus merasakan meja hijau untuk berebut merek.
Kisah ini dimulai pada tahun 2019, saat itu, diketahui ada dua merek dengan nama Eiger. Keduanya, terdaftar di kelas 25 dengan dua pemilik yang berbeda.
Diketahui, pada tahun 1012, Budiman Tjoh mendaftarkan merek Eiger pada 12 Oktober 2012 dengan produk ikat pinggang (pakaian) dan kaos kaki. Sedangkan, di sisi lain, Ronny Lukito (pemilik asli Eiger), mendaftarkan merek yang sama pada 28 April 2014 dengan produk pakaian dan lainnya.
Sebagai pemilik asli sejak tahun 1970, Ronny tak terima. Ia merasa kepopuleran brand-nya ditunggangi pihak lain. Sehingga, ia menggugat Budiman Tjoh agar mereknya dibatalkan.
Berdasarkan Putusan Nomor 375 K/Pdt.Sus.HKI/2020, alasan gugatan ini karena adanya persamaan merek yaitu “Eiger” yang bisa mengecoh masyarakat, pendaftaran Eiger milik BT beritikad ga baik dan merek Eiger milik Ronny Lukito merupakan merek terkenal.
Atas gugatan tersebut, Budiman pasang badan untuk merek Eiger miliknya. Ia mengatakan kalau gugatan pihak Ronny Lukito ini sudah melewati batas waktu (gugatan kadaluarsa).
Tapi sayangnya, alasan pihak Budiman ga bisa diterima Hakim. Sesuai dengan Putusan Nomor 375 K/Pdt.Sus.HKI/2020, ditemukan fakta baru kalau ternyata Budiman ini tidak menjual ikat pinggang & kaos kaki tapi menjual produk kosmetik, yang ga sesuai dengan kelas 25.
Lantaran alasan Budiman yang tak bisa diterima oleh hakim, Pengadilan akhirnya memutuskan untuk memenangkan Eiger milik Ronny, Bahkan hingga tingkat kasasi putusannya tetap sama. Sehingga merek Budiman harus dihapuskan.
Meski daftar terlebih dahulu, Budiman justru kalah dalam kasus sengketa merek ini. Faktanya, merek terkenal itu punya perlindungan khusus, yaitu berhak buat menghalangi merek lainnya walaupun merek lain tersebut sudah didaftar terlebih dahulu.
Sesuai Pasal 18 Permenkumham No. 67 Tahun 2016, kriteria merek dikatakan terkenal antara lain:
Teknologi AI dapat membantu berbagai macam kemudahan, termasuk membantu pemilik bisnis mendapat perlindungan merek yang lebih efektif dan responsif terhadap ancaman penyalahgunaan merek dagangnya.
Pada kesempatan ini, Mebiso pemahaman mengenai pentingnya perlindungan merek. Sebab, di Indonesia, perlindungan merek bersifat first to file, siapa cepat, dia berhak.
Dengan adanya teknologi digital, perlindungan merek bisa dilakukan secara real time melalui platform Mebiso.Platform ini menggunakan teknologi AI dan memiliki fitur proteksi merek yang memberikan hasil secara real time. Pengusaha yang sudah mendaftarkan mereknya, bisa menggunakan fitur ini untuk melindungi mereknya dari plagiasi.
Setiap pengusaha yang menggunakan fitur ini, akan mendapatkan notifikasi langsung melalui WhatsApp dan email ketika ada orang lain ingin menggunakan nama yang sama untuk bisnisnya.
Sehingga, pemilik merek yang pertama mendaftarkan, bisa melakukan tindakan pencegahan secara langsung.
Artikel tersebut merupakan ringkasan sengketa merek eiger, jangan lupa cek artikel kami tentang bisnis lainnya.