Kenali UU Merek Sebagai Pedoman Utama Perlindungan Merekmu

Kenali UU Merek Sebagai Pedoman Utama Perlindungan Merekmu – MEBISO.COM. Berbicara mengenai hak merek, tentu tidak bisa lepas dari peraturan mengenai merek itu sendiri. Pedoman terhadap perlindungan hak merek, telah di jelaskan secara tertulis oleh pemerintah melalui undang-undang. Undang-undang tentang merek yang berlaku saat ini adalah UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG) atau bisa juga di sebut sebagai UU Merek dan Indikasi Geografis. Undang-undang tentang merek dan indikasi geografis yang berlaku saat ini adalah UU MIG. UU MIG merupakan bentuk penggabungan dua jenis kekayaan intelektual yang di anggap serupa. 

UU MIG saat ini telah mendapatkan perubahan minor melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020). Sebelum di gunakan seperti sekarang, UU MIG sempat mengalami beberapa perubahan mengikuti evolusi politik hukum di Indonesia. Mengutip pidato dari Ir. Soekarno, “Jasmerah” artinya Jangan Sekali-Sekali Meninggalkan Sejarah, melalui artikel ini akan di bahas mengenai pembentukan UU hak merek pertama kali hingga di gunakan seperti sekarang. 

Apa dasar hukum hak merek?

Dasar hukum merek adalah UU MIG. UU merek 2016 sempat mendapatkan perubahan melalui UU 11/2020, tepatnya pada poin percepatan pemeriksaan substantif dan juga penambahan satu pertimbangan tentang merek yang di tolak. Sejak di sahkannya UU 11/2020, proses pemeriksaan di persingkat menjadi 90 hari untuk pemeriksaan substantif jika mendapat keberatan dari pihak lain, dan 30 hari apabila tidak di terima keberatan. 

Kemudian UU 11/2020 mengubah UU MIG dengan memberikan satu alasan tambahan dalam Pasal 20. Penambahan yang di lakukan yaitu mengenai “merek yang terdapat bentuk fungsional”. Undang-undang tidak menjelaskan tentang bentuk fungsional itu sendiri, namun menurut KBBI, fungsional berarti sesuatu yang dapat di lihat dari segi fungsi. Sehingga, apabila di terjemahkan secara bebas adalah merek yang dapat di lihat dari fungsinya. Setelah mendapatkan perubahan, UU merek terbaru yang terbit di tahun 2016 masih berlaku dengan penyesuaian di Pasal 20. 

Bagaimana perkembangan undang-undang merek sebelum cipta kerja?

Pembentukan undang-undang dari masa ke masa selalu mengikuti kebutuhan dari suatu negara. Kebijakan yang di keluarkan dalam satu periode bisa di pengaruhi dari beberapa hal. Contohnya, percepatan proses pemberian hak atas merek yang menjadi poin perubahan pada undang-undang cipta kerja. 

Tujuan utama pemerintah mengesahkan undang-undang cipta kerja adalah untuk meningkatkan minat investasi. Sebagai salah satu instrumen investasi, pengaturan mengenai merek juga perlu untuk dilakukan perubahan. Sebelum undang-undang cipta kerja, pengusaha perlu waktu 2 sampai 4 tahun untuk mendaftarkan sertifikat merek. Belum lagi kalau tiba-tiba mendapatkan usulan penolakan.

Proses yang terlalu panjang ini, di anggap sebagai salah satu penghambat investasi di Indonesia. Sehingga, pemerintah memberikan potongan waktu untuk proses pemeriksaan merek menjadi maksimal 90 hari. Sebelum undang-undang cipta kerja di sahkan, ternyata UU merek sudah beberapa kali mengalami perubahan yang di bagi menjadi dua periode besar. 

Dua periode besar undang-undang merek yaitu masa setelah Indonesia merdeka dan masa setelah kesepakatan TRIPs. Produk hukum yang di hasilkan pun berbeda, di masa setelah Indonesia merdeka, undang-undang merek di bentuk untuk meninggalkan peraturan bentukan Belanda. Indonesia berhasil membuat undang-undang tentang merek pertama kali dengan Undang-Undang tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU 21/1961). 

Selanjutnya, di tahun 1992, pemerintah meluncurkan produk hukum baru mengenai merek karena UU 21/1961 di anggap sudah tidak lagi relevan yaitu melalui undang-undang tahun 1992 tentang Merek (UU tentang merek). Salah satu poin penting dalam pembentukan UU tentang merek adalah untuk menyempurnakan UU 21/1961.

Tidak berhenti sampai di situ, pemerintah selanjutnya merevisi kembali UU 1992 dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (UU 15/2001). UU 15/2001 merupakan hasil dari penandatanganan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). 15 tahun sejak di sahkannya UU 15/2001, Indonesia kembali menyempurnakan peraturan mengenai merek dengan meluncurkan UU merek terbaru 2016 seperti yang kita kenal saat ini.

Tabel perbandingan peraturan undang-undang merek

Berikut adalah tabel perbandingan peraturan mengenai merek dari masing-masing undang-undang:

tabel perbandingan peraturan mengenai merek dari masing-masing undang-undang

Berdasarkan tabel perbandingan di atas, perbedaan yang paling signifikan adalah adanya badan baru atas setiap pengesahan undang-undang hak merek. Sebelum di ajukan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI), pendaftaran merek pertama kali di ajukan ke Kantor Milik Perindustrian sebelum akhirnya beralih ke Kantor Merek. Pembentukan Ditjen KI di anggap paling sesuai untuk melakukan pengelolaan terhadap seluruh kekayaan intelektual yang di daftarkan di Indonesia.

Ditjen KI di berikan tanggung jawab oleh UU merek terbaru untuk mengelola pendaftaran, melakukan pemeriksaan, dan juga mengelola usulan penolakan berdasarkan hasil pemeriksaan. Sejak tahun 2019, sistem perlindungan merek sudah di lakukan secara online. Sebelumnya, prosedur pendaftaran merek di lakukan secara manual dengan melampirkan dokumen fisik berikut etiket merek yang di cetak dengan ukuran tertentu. Sehingga, komunikasi dengan pemilik merek di lakukan secara manual dengan cara surat menyurat ke alamat pemilik merek. Bayangkan bagaimana pemilik merek harus membawa map berisi dokumen permohonan ke loket Ditjen KI.

Saat ini, sistem perlindungan merek jauh lebih canggih. Pengajuan, pemeriksaan, dan juga korespondensi dengan pemilik merek di lakukan melalui aplikasi DJKI. Kamu harus secara berkala melakukan pengecekan terhadap proses pendaftaran merek yang sedang kamu ajukan. Mebiso memberikan solusi yang lebih canggih lagi dengan fitur monitoring merek sehingga setiap update dari merekmu bisa langsung masuk melalui nomor Whatsapp kamu.

Apa itu sistem perlindungan merek?

Sistem perlindungan merek dalam UU merek adalah prinsip dasar untuk melindungi merek. Hak merek di berikan atas dasar konstitutif, atau atas dasar pendaftaran. Sistem perlindungan merek di Indonesia terkenal dengan prinsip first to file. Siapapun yang mendaftarkan lebih dulu maka dialah yang akan mendapatkan hak atas merek. 

Pendaftaran yang di lakukan ke Ditjen KI kemudian akan di kelola di dalam database Ditjen KI. Selanjutnya, Ditjen KI bertanggung jawab untuk memeriksa dokumen awal, melakukan penilaian terhadap unsur pembeda merek, berikut melakukan pengumuman atas hasil pemeriksaannya. Ditjen KI menerapkan 2 sistem pengawasan, pertama berdasarkan kontribusi masyarakat dan kedua berdasarkan pemeriksaan secara internal. 

Ditjen KI membuka kesempatan kepada masyarakat untuk turut memberikan penilaian terhadap merek-merek yang sedang di periksa. Hal ini di lakukan untuk memberikan penilaian dari perspektif yang lebih luas terhadap pendaftaran merek yang di ajukan. Proses pemeriksaan di mulai dengan pengumuman Berita Resmi Merek (BRM) selama 3 bulan, agar masyarakat dapat melihat merek-merek apa saja yang masuk proses pemeriksaan DJKI. Tidak semua pihak bisa mengajukan keberatan, hanya pihak-pihak yang merasa terganggu atas pendaftaran saja yang di berikan kesempatan mengajukan keberatan.

Pihak yang merasa terganggu dalam UU merek di artikan sebagai pemilik merek yang sudah terdaftar sebelumnya, atau masyarakat umum yang merasa merek baru tersebut berpotensi mengganggu ketertiban umum. Tentu, pengajuan keberatan ini juga tidak serta merta di terima Ditjen KI, karena perlu melampirkan bukti-bukti pendukung agar merek baru tersebut di tolak. 

Mengapa merek harus mendapatkan perlindungan?

Pernahkah kamu mendengar sengketa merek yang baru-baru ini terjadi? Kira-kira apa yang menyebabkan kedua pihak saling mempertahankan merek masing-masing? Bahkan waktu dan biaya yang di keluarkan tidak sedikit di bandingkan melakukan pendaftaran ulang. Salah satu contoh perusahaan yang memerlukan waktu panjang untuk mempertahankan mereknya adalah Merek Starbucks.

Merek terkenal asal Amerika ini sempat mengajukan keberatan kepada PT Sumatra Tobacco Trading Company asal Indonesia karena mendaftarkan merek yang sama. Starbucks adalah merek terkenal yang mereknya sudah di daftarkan di beberapa negara dan sebagai merek terkenal UU merek memberikan Starbucks privilege lebih di bandingkan merek biasa. Namun pada kenyataannya hal itu tidak mengurungkan niat Starbucks untuk menggugat merek rokok asal Indonesia pada tahun 2021.

Apa yang menyebabkan Starbucks menggugat merek rokok asal Indonesia? 

Starbucks merasa merek rokok tersebut sengaja di buat sama persis dengan merek Starbucks, karena ingin mendompleng nama besar Starbucks. Dengan melampirkan bukti-bukti bahwa Starbucks adalah merek terkenal, ternyata tidak menyebabkan Starbucks dengan mudah memenangkan gugatan. Pada tahun 2021, Starbucks di nyatakan kalah atas gugatan karena PT Sumatra Tobacco berhasil merekam pendaftarannya lebih dulu.

Di sinilah prinsip first to file secara nyata di gunakan oleh Ditjen KI. Suatu hak atas merek baru di berikan apabila merek tersebut di daftarkan lebih dulu. Merek Starbucks milik PT Sumatra Tobacco berhasil mengalahkan merek Starbucks asal Amerika karena asas first to file. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menilai bahwa PT Sumatra Tobacco lah yang berhak atas merek Starbucks karena telah melakukan pendaftaran lebih dulu. Walaupun pada akhirnya, Merek Starbucks asal Amerika berhasil mendapatkan kembali hak atas mereknya setelah mengajukan kasasi di tahun 2022. 

PT Sumatra Tobacco mendaftarkan merek Starbucks pada tahun 1992, sedangkan Starbucks asal Amerika di daftarkan pada tahun 2005. Coba bayangkan apabila Starbucks asal Amerika sama sekali tidak melakukan pendaftaran pada Ditjen KI. Bisa jadi merek Starbucks jatuh seluruhnya kepada PT Sumatra Tobacco. Kalau sudah begini apakah kamu masih ragu untuk mendaftarkan merekmu?

Apa yang di lindungi dari merek dagang?

UU merek memberikan jaminan kepada pemilik merek dagang untuk menggunakan mereknya sendiri atau memberi izin kepada orang lain untuk menggunakan mereknya (waralaba). Atau dengan kata lain kamu bisa menggunakan nama merekmu tanpa khawatir perlu melakukan rebranding. Apakah kamu pernah merasa khawatir apabila produkmu yang telah di kenal di seluruh Indonesia, tiba-tiba harus melakukan rebranding karena ternyata sudah ada merek di daftarkan? 

Kalau sudah begitu, kamu bisa di paksa untuk menarik seluruh produk kemudian mengubah seluruh labelnya kemudian mengganti nama merek. Bayangkan berapa biaya yang harus kamu keluarkan? Tentu sangat tinggi. 

Sekarang mari kita balik permasalahannya. Produkmu yang sudah tersebar di seluruh Indonesia telah terlindungi mereknya, tiba-tiba ada yang mengajukan keberatan atas merekmu. Sepanjang kamu bisa membuktikan bahwa pendaftaran merek yang kamu proses telah sesuai prosedur dan juga atas dasar itikad baik, usulan untuk rebranding tentu masih bisa di kesampingkan.

Jadi, apa yang di lindungi dari merek dagang? Selain memberikan perlindungan terhadap penggunaan nama merek, kamu juga akan mendapatkan rasa aman atas dasar kepastian hukum yang di janjikan oleh UU merek.

Apa saja contoh kasus merek?

Memahami mengenai UU merek, akan lebih mudah dari kasus-kasus yang sudah terjadi. Berikut adalah contoh kasus yang sudah terjadi:

1. Ruben Onsu Vs. Benny Sujono dalam perebutan merek Geprek Bensu

Ruben Onsu Vs. Benny Sujono dalam perebutan merek Geprek Bensu

Kasus yang sempat menjadi perhatian publik ini turut melibatkan Ruben Onsu sebagai tokoh yang namanya sudah sering melintas di layar kaca. Publik sempat merasa di kecohkan tentang kepemilikan mereknya. Pasalnya, merek yang sudah di kenal selama ini ternyata bukan milik sang artis.

Berdasarkan data yang di rekam Ditjen KI, merek tersebut pada awalnya di daftarkan oleh PT Ayam Geprek Benny Sujono sebagai Merek “I Am Geprek Bensu”. PT Ayam Geprek Benny Sujono mendaftarkan mereknya pertama kali pada tanggal 3 Mei 2017 untuk perlindungan di kelas 43. 

Kemudian pada tanggal 8 Agustus di tahun yang sama, pendaftaran merek tersebut di ikuti oleh Ruben Onsu di kelas 43. Merek milik Ruben Onsu ini sempat di terbitkan sertifikatnya pada tanggal 24 Mei 2019, dua tahun sejak di ajukan pendaftarannya.  

Apabila di lihat secara sekilas, terdapat kemiripan di antara keduanya baik dari segi penyebutan maupun dari segi tampilan. Hal ini di anggap dapat mengecohkan pembeli terhadap produk Geprek Bensu sehingga menginisiasi Ruben Onsu untuk mengajukan gugatan atas merek milik Benny Sujono. 

Hasil dari gugatan tersebut tidak begitu saja di terima. Pasalnya, ketika di lakukan pemeriksaan oleh hakim, di dapati ternyata bukan sang artis lah yang berhak atas merek Geprek Bensu. Hal ini di karenakan Benny Sujono berhasil mendaftarkan mereknya pertama kali pada tanggal 3 Mei 2017, hanya beberapa bulan sebelum Ruben Onsu. 

Penemuan hakim ini menyebabkan Ruben Onsu harus mengubah nama mereknya. DJKI pun juga d iperintahkan untuk membatalkan sertifikat yang sudah di terbitkan pada tahun 2019. Ternyata, tidak berhenti sampai pembatalan sertifikat saja, kali ini pihak lawan lah yang mengajukan gugatan balik atas penggunaan merek tersebut.

Belum cukup dengan di menangkan oleh pengadilan, PT Ayam Geprek Benny Sujono mengirimkan gugatan kepada Ruben Onsu untuk membayar ganti kerugian. Tidak main-main, nilai yang di tuntut pun sebesar Rp 100 Miliar. Seakan ganti kerugian saja tidak cukup, gugatan yang di ajukan juga menuntut Ruben Onsu untuk menghentikan semua kegiatan usaha yang berkaitan dengan Geprek Bensu. Bahkan ternyata nama besar Ruben Onsu tetap tidak bisa melindunginya nama Merek Geprek Bensu. 

2. Merek Starbucks asal Amerika dengan Merek Starbucks milik PT Sumatra Tobacco

Merek Starbucks asal Amerika dengan Merek Starbucks milik PT Sumatra Tobacco

Setelah menjalani proses panjang, Starbucks akhirnya memenangkan merek terkenalnya. Sengketa ini di mulai sejak tahun 2021, PT Sumatra Tobacco di anggap secara sengaja melakukan penjiplakan untuk membonceng nama besar Starbucks. Apabila di lihat secara sederhana, kedua merek tersebut jauh dari kata saling membonceng. Starbucks telah di kenal sebagai nama kedai kopi, dan tidak mengeluarkan produk rokok. Tentu perlindungan keduanya di lakukan di kelas yang berbeda pula.

Namun, tentunya perebutan atas merek tidak bisa di artikan secara sederhana. Walaupun di daftarkan di kelas yang berbeda, Starbucks tetap menganggap hal ini berpotensi mengganggu kegiatan usaha yang sudah di jalankan. Dengan melampirkan bukti-bukti yang mendukung adanya penjiplakan, Starbucks di kalahkan pada sidang pertamanya.

Kekalahan Starbucks, di nilai oleh hakim karena ketidakmampuannya untuk membuktikan adanya itikad tidak baik dari PT Sumatra Tobacco. Pasalnya, merek rokok ini ternyata sudah di daftarkan sejak tahun 1992. Jauh sebelum Starbucks melindungi nama mereknya di Indonesia. PT Sumatra Tobacco secara mudah menangkal adanya tuduhan itikad tidak baik atas pendaftaran mereknya.

Lalu, apa yang di lakukan Starbucks selanjutnya?

Tentu tidak begitu saja menyerah, Starbucks kembali berusaha untuk mempertahankan mereknya. Masih ada kesempatan untuk melakukan upaya hukum, Starbucks pun mengajukan kasasi. Di tahun berikutnya, Starbucks berhasil menang dengan mempertahankan merek terkenalnya melalui proses kasasi. Sejak di keluarkannya putusan dari tingkat kasasi, PT Sumatra Tobacco harus mengganti nama mereknya, dan Ditjen KI juga di minta untuk mencoret nama Starbucks milik PT Sumatra Tobacco.

Sempat selamat dari tuduhan itikad tidak baik, ternyata PT Sumatra Tobacco tetap harus kalah dengan merek terkenal.

3. Pelajaran dari contoh kasus

Dari dua contoh kasus di atas, apa yang bisa kita pelajari?

  1. Kasus Geprek Bensu memberikan kita arti penting pendaftaran merek sesegera mungkin. Merek tidak melihat siapa tokoh di balik nama merek, sepanjang merekmu di daftarkan lebih lama di bandingkan merek lain. Prinsip first to file yang di gunakan dalam UU merek kebal terhadap nama si pendaftar dan kuncinya ada pada tanggal perekaman merek di database Ditjen KI.
  2. Hampir mirip dengan kasus pertama, kasus Starbucks memberikan prinsip first to file dari perspektif yang lebih luas. Pada dasarnya, PT Sumatra Tobacco mendaftarkan mereknya lebih dulu di bandingkan Starbucks. Namun, ternyata prinsip ini tidak hanya terbatas di wilayah Indonesia. Starbucks, berhasil memenangkan prinsip first to file karena telah mencatatkan pendaftarannya di beberapa negara jauh sebelum PT Sumatra Tobacco melakukan pendaftaran di Indonesia. 

Apa saja jenis merek?

Sempat di sebutkan beberapa kali dalam gugatan merek Starbucks, bahwa penjiplakan di lakukan atas adanya kemiripan pada tulisan, lukisan, logo, dan susunan warna. Unsur-unsur ini pada dasarnya adalah termasuk jenis merek. Undang-undang merek menjelaskan mengenai beberapa jenis merek sebagai berikut:

1. Merek tulisan

Merek tulisan atau yang lebih di kenal dengan merek kata. Tulisan adalah unsur yang paling sering di gunakan dalam menilai perbedaan atas merek. Sebagai unsur utama dari merek, hampir di setiap pendaftaran merek selalu ada tulisan atau kata di dalamnya. Fungsi dari tulisan ini adalah untuk penyebutan merek.

2. Merek lukisan

Merek lukisan lebih mudah di pahami sebagai logo. Logo di anggap juga sebagai pendukung atas unsur utama merek. Fungsi dari logo adalah untuk menambahkan daya pembeda atas merek itu sendiri dan tentunya menambah poin merek dari sisi visual. Tidak semua merek di daftarkan dengan logo, namun hal ini bisa menjadi poin tambahan dalam menekankan perbedaan dengan merek yang sudah di daftarkan sebelumnya. 

Semakin banyak perbedaan yang terdapat dalam suatu merek, tentu akan memudahkan Ditjen KI untuk meloloskan merekmu. 

3. Merek suara

Merek suara menjadi salah satu jenis merek yang tergolong ke dalam kelompok non tradisional. Pendaftaran merek dalam kategori ini pun bisa di bilang masih sangat jarang. Secara umum kita mengenal merek kata dan lukisan, namun ternyata merek suara juga mudah melekat di telinga para konsumen. Salah satu pelopor gadget sempat membuat merek suara yang sampai saat ini masih melekat di telinga masyarakat. Meskipun mayoritas masyarakat sudah beralih ke merek gadget yang lain, namun ternyata suara yang di buat dulu masih sangat di ingat.

Berdasarkan contoh tersebut, nyatanya kekuatan merek suara tidak kalah kuat di bandingkan merek yang hanya mengandung tulisan dan juga logo. 

4. Merek hologram

Sebagai salah satu jenis merek hasil dari perluasan merek tradisional, merek hologram juga masih sepi peminat. Dari seluruh data pendaftaran merek yang berhasil di rekam oleh Ditjen KI sampai tahun 2022, hanya terdapat beberapa merek hologram saja. Merek hologram adalah bentuk modifikasi dari merek lukisan. Ditjen KI memberikan penilaian lebih untuk merek hologram, bukan hanya di lihat dari segi tampilan satu sisi, pemilik merek harus memberikan contoh tampilan merek dari beberapa sisi. 

5. Merek 3 dimensi

Pendaftaran merek 3 dimensi juga masih belum sebanyak merek kata dan lukisan. Berdasarkan pengertian yang di sampaikan oleh undang-undang, merek 3 dimensi adalah jenis merek yang bisa di lihat seakan-akan merek tersebut memiliki volume. Dalam pendaftaran pada Ditjen KI, merek 3 dimensi lebih banyak di gunakan untuk perlindungan merek dari sisi kemasan. 

Dari jenis-jenis merek tersebut, dalam satu merek bisa terdiri dari beberapa jenis. UU hak merek tidak memberikan batasan mengenai jumlah jenis merek yang bisa di pilih, bisa saja dalam satu merek kamu mendaftarkan ke seluruh jenis merek. Sepanjang masing-masing jenis merek tersebut memberikan fungsi pembeda, maka hal itu sah-sah saja. Hak yang di berikan pun sama atas masing-masing jenis di atas.

Apa saja hak merek?

Undang-undang tentang merek memberikan jaminan kepada pemilik merek terdaftar untuk menikmati hak berikut:

1. Hak untuk menggunakan sendiri

Sebagai alat pembeda untuk produk komersial, hasil dari penggunaan merek tersebut tentunya di konversikan menjadi keuntungan. Pemilik merek yang sah, akan berhak seluruhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan merek. Di sinilah yang menyebabkan sengketa merek itu terjadi. Perebutan atas suatu merek pada dasarnya adalah perebutan atas keuntungan. 

Contohnya seperti ini, kamu memiliki satu merek terdaftar atas produk yang sudah menghasilkan keuntungan dengan nilai fantastis. Nilai tersebut sudah terekam secara otomatis pada buku rekeningmu. Namun, pada suatu hari kamu merasa pendapatan yang kamu terima berkurang secara drastis. Walaupun bisa jadi di akibatkan oleh faktor lainnya, salah satu yang tidak bisa di lewatkan adalah mengecek penggunaan merekmu.

Sudah saatnya kamu turun ke pasar, melihat secara langsung pembelian produk yang di lakukan oleh pelanggan. Apakah kesalahannya ada pada produk, atau apakah ternyata selama ini pelanggan telah membeli produk yang salah? Kesalahan dalam memilih produk, bisa di akibatkan karena adanya produk palsu dengan nama merek serupa. 

Hal ini sangat mungkin terjadi lho, merubah satu huruf saja, bisa menyebabkan pelanggan salah memilih produk. Mungkin niatnya membeli produkmu, tapi karena nama atau bahkan logonya sangat mirip membuat pelanggan salah ketika memasukkan ke dalam keranjang marketplacenya.

Satu pelanggan hilang mungkin belum terasa, tapi apabila di biarkan efeknya bisa menyebabkan transaksi dalam rekeningmu berkurang drastis. Kalau sudah seperti ini, kamu bisa membuat laporan kepada Ditjen KI untuk menghapus merek si penjiplak itu. Tentunya dengan catatan merekmu sudah terdaftar lebih dulu ya!

Sepanjang kamu bisa membuktikan merekmu di daftar lebih dulu, dan telah sesuai dengan yang di atur dalam UU Merek, Ditjen KI pasti akan mengabulkan permohonanmu. Tapi kalau kamu bukan tipe orang yang menyukai sengketa, mungkin kamu bisa mengusulkan untuk memberikan lisensi kepada si penjiplak. Daripada menghabiskan waktu untuk saling gugat menggugat bukankah lebih baik untuk bekerja sama?

UU merek memberikan cara untuk bekerja sama dengan kompetitor melalui lisensi merek yang menjadi hak kamu sebagai pemilik merek terdaftar. Apalagi kalau kamu tipe orang pecinta damai, tentu memberikan lisensi bisa menjadi opsi utama melindungi merek. 

2. Hak untuk lisensi

Lisensi di artikan dalam uu merek sebagai izin penggunaan merek oleh pihak lain berdasarkan perjanjian. Sebagai pemilik merek yang sah, kamu bisa memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan merekmu. Secara mudahnya yang sering kita temui adalah sistem waralaba yang hanya terbatas dengan penggunaan nama. 

Dengan lisensi, kamu sebagai pemilik merek akan mendapatkan royalti dari pihak lain yang menggunakan merekmu. Masih menggunakan contoh kasus sebelumnya, misalnya kamu menemui merekmu secara tanpa hak di gunakan oleh pihak lain. Kemudian karena kamu tidak ingin menyelesaikannya melalui jalur sengketa, kamu menawarkan kerja sama dengan si penjiplak.

Kerja sama yang kamu tawarkan adalah dengan cara membuat perjanjian, sehingga si penjiplak harus membayar biaya royalti dengan balasan dia bisa menggunakan merekmu dengan leluasa. Si penjiplak sekarang sudah bukan lagi lawanmu, melainkan sebagai mitra yang bisa membantu meningkatkan penjualan atas produkmu. Terlebih, dengan skema lisensi kamu juga masih secara sah sebagai pemilik merek. 

3. Hak prioritas

UU merek mencantumkan satu hak tambahan dari merek. Selain dua hak di atas, undang-undang tentang merek juga menawarkan hak prioritas. Hak prioritas adalah hak yang berbeda dari dua hak yang sudah di jelaskan sebelumnya. Hak prioritas ini bermanfaat ketika kamu sedang memproses pendaftaran merek.

Jadi, kalau hak menggunakan sendiri dan hak lisensi di dapatkan ketika kamu sudah secara sah mendaftar merek, hak prioritas ini bisa kamu proses sebelum merek resmi terdaftar. Syarat pengajuan hak prioritas adalah kamu sudah pernah mendaftarkan merek di negara lain anggota WTO yang meratifikasi TRIPs. Keuntungan dari hak prioritas, kamu bisa mendapatkan perlindungan merek sesuai tanggal pendaftaran merek yang kamu lakukan di negara lain. Sehingga, tanggal perlindungan yang di berikan bisa lebih cepat daripada saat kamu memproses tanpa hak prioritas.

Mari kita gunakan contoh untuk memudahkan. Dalam kasus Starbucks Vs. Starbucks, merek Starbucks asal Amerika sempat di kalahkan dalam pengadilan karena terlambat mendaftarkan mereknya pada sistem DJKI. Dengan memanfaatkan fitur hak prioritas, sengketa merek Starbucks ini bisa di hindari. Kalau kamu adalah pemilik merek terkenal yang telah terdaftar di luar negeri dan ingin mendaftar di Indonesia, kamu bisa meminta Ditjen KI untuk memberikan perlindungan sejak merekmu di luar negeri tercatat bukan sejak permohonan merekmu di Ditjen KI.

Sehingga, tidak ada lagi alasan kompetitor yang memenangkan prinsip first to file, walaupun merekmu telah terdaftar sebelumnya di luar negeri. Terlebih, Ditjen KI juga tidak membedakan biaya untuk pendaftaran merek dengan hak prioritas. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak memanfaatkan fitur hak prioritas. 

Berapa biaya pendaftaran hak merek?

Sejak pendaftaran merek di lakukan secara online, Ditjen KI mencantumkan secara rinci biaya yang harus kamu keluarkan untuk memproses merek. 

biaya pendaftaran hak

Biaya tersebut di bayarkan langsung melalui sistem DJKI sebelum mengajukan permohonan. Setelah melakukan pembayaran, Ditjen KI akan melakukan verifikasi yang kemudian di lanjutkan dengan memproses permohonanmu. 

Berapa lama proses HAKI?

Jangka waktu proses HAKI berbeda-beda setiap pengajuannya. Untuk proses pendaftaran merek, minimal kamu menyediakan waktu sampai 18 (delapan belas) bulan dengan rincian sebagai berikut:

Berapa lama proses HAKI

Jangka waktu di atas apabila merekmu lolos dari adanya usulan penolakan dari Ditjen KI atau pemilik merek sebelumnya. Dan jangan lupa, per masing-masing perubahan status, akan melalui antrian lebih dulu yang hanya di ketahui oleh Ditjen KI jangka waktunya. Dengan memanfaatkan hak prioritas dalam proses pendaftaran, kamu bisa menghemat waktu pemeriksaan sepanjang merekmu sudah terdaftar di negara lain. Hak prioritas ini paling cocok di gunakan oleh pemilik merek terkenal apabila ingin mendaftarkan mereknya di Indonesia.

Sebagai merek terkenal kamu bisa mendapatkan keuntungan tambahan yang di janjikan oleh UU merek. 

Apa yang di sebut merek terkenal?

Dalam UU merek beberapa kali di sebutkan mengenai merek terkenal. Pengaturan mengenai merek terkenal lebih jauh di jelaskan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek (Permenkumham 67/2016). Suatu merek di katakan sebagai merek terkenal apabila memenuhi kriteria berikut:

1. Dikenal oleh masyarakat umum

Merek di anggap terkenal ketika masyarakat umum mengetahui merek tersebut. Kriteria ini merupakan kriteria yang subyektif sehingga penilaiannya murni dari pendapat masyarakat umum. Pembuktian terhadap kriteria pertama ini bebas sesuai kemampuan pemilik merek yang mengklaim mereknya sebagai merek terkenal.

Kalau merujuk dari kasus Merek Starbucks, klaim sebagai merek terkenal di buktikan dengan jumlah gerai yang sudah berdiri di seluruh dunia. Di tambahkan dengan jumlah konsumen sejak Starbucks berdiri.

2. Jumlah barang yang sudah di jual dan keuntungan yang sudah dicatat

Kriteria ini di buktikan dengan laporan penjualan yang di catat oleh perusahaan. Misalnya, kalau kamu sedang mengalami sengketa merek, dan kamu membuat pernyataan bahwa merekmu adalah merek terkenal. Ternyata, pihak lawan juga menggunakan argumen yang sama, maka kamu bisa melampirkan laporan hasil penjualan sebagai bukti. 

Selanjutnya, pemeriksa akan menilai dari hasil penjualan dan keuntungan antara merekmu dan merek lawan untuk menentukan mana yang termasuk merek terkenal.

3. Pangsa pasar dan jangkauan merek

Menilai merek terkenal, bisa dari sejauh mana merek tersebut di pasarkan. Sekali lagi, dalam peraturan tidak memberikan minimal jangkauan merek yang bisa menjadi tolak ukur menjadi merek terkenal. Kamu bebas melampirkan bukti, bisa dengan bukti pemesanan yang di lakukan oleh konsumen, atau juga kedai yang sudah kamu di rikan di luar daerah.

4. Jangka waktu merek di gunakan

Penilaian terhadap jangka waktu juga mempengaruhi merek terkenal. Sebagai catatan, kamu harus bisa membuktikan bahwa merekmu benar-benar di gunakan secara komersial, ya! Secara logika, semakin lama kamu melakukan kegiatan usaha, maka akan semakin terkenal usahamu. Begitupun dengan merek yang kamu gunakan. 

5. Pendaftaran merek di negara lain

Kriteria paling mudah untuk menentukan suatu merek adalah merek terkenal adalah pendaftarannya di negara lain. Sebagaimana merek yang merupakan tanda untuk kegiatan komersial, ketika kamu melakukan pendaftaran di negara lain, artinya kamu juga memasarkan merekmu di sana.

Ketika kamu juga memasarkan produkmu di negara lain, tentu akan semakin banyak orang yang mengenal merekmu. Hal ini secara otomatis akan mendukung kriteria lainnya sebagai merek terkenal.

6. Nilai dari merek

Kriteria terakhir yang mendukung pernyataan sebagai merek terkenal adalah nilai dari merek itu sendiri. Sebuah merek adalah jaminan reputasi produk. Semakin tinggi nilai reputasi merekmu, maka merekmu akan di kenal sebagai merek terkenal. Lagi-lagi tidak di atur dalam peraturan mengenai nilai minimal yang harus di capai oleh merek terkenal. 

Pembuktian terhadap kriteria ini, di serahkan sepenuhnya kepada pemilik merek yang mengaku mereknya adalah merek terkenal. Nilai dari merek bisa di lihat dari reputasi produk, atau secara sederhana bagaimana publik mengenal merek yang kamu miliki.

Apa keuntungan sebagai pemilik merek terkenal?

UU merek memberikan keuntungan kepada pemilik merek yang tergolong sebagai merek terkenal untuk memohon penghapusan merek yang di daftarkan pada produk yang berbeda (tidak sejenis). Secara spesifik tertulis di dalam Pasal 21, menyatakan bahwa salah satu alasan merek bisa di tolak adalah adanya kemiripan dengan merek terkenal untuk jenis komoditas yang berbeda sepanjang merek terkenal tersebut telah memenuhi syarat tambahan yang di tentukan Ditjen KI. Persyaratan tersebut di jelaskan kembali sebagai 2 ketentuan yang harus di penuhi pemilik merek terkenal yaitu, permohonan untuk penghapusan merek harus di ajukan secara tertulis dan juga merek tersebut harus terdaftar dalam sistem DJKI.

Hak menggugat kepada merek dengan komoditas yang berbeda hanya bisa di lakukan oleh merek terkenal. Hal ini membuat pemilik merek terkenal semakin memberikan batasan terhadap penggunaan mereknya. Contoh, Mebiso sudah memenuhi seluruh kriteria sebagai merek terkenal. Walaupun sudah tercatat sebagai merek terkenal, Mebiso hanya ingin fokus pada bisnisnya sebagai platform perlindungan merek usaha. 

Hingga sampai suatu hari ada pihak lain yang mendaftarkan merek dengan nama Mebiso untuk penjualan produk frozen food. Sebagai pemilik merek terkenal, Mebiso bisa saja mengusulkan kepada Ditjen KI untuk menghapus merek tersebut. Seperti halnya yang telah di lakukan oleh Starbucks ketika menggugat merek rokok asal Indonesia. Hasil akhir dari sengketa merek Starbucks bisa saja berbeda kalau Starbucks gagal membuktikan bahwa mereknya adalah merek terkenal.

Apabila merek Starbucks gagal membuktikan sebagai merek terkenal, maka hakim pada tingkat kasasi kemungkinan akan menguatkan putusan hakim pada pengadilan tingkat pertama. Terlebih, Starbucks telah kalah dalam hal waktu pendaftaran apabila di bandingkan dengan merek milik Indonesia. Selain itu, pendaftaran yang di lakukan kedua perusahaan tersebut juga di lakukan untuk perlindungan produk yang berbeda.

Meskipun pendaftaran merek lawan itu tidak mengganggu bisnismu karena produknya yang berbeda, kenyataannya hal ini tidak bisa begitu saja di anggap remeh. Mengutip argumen dari kuasa hukum merek Starbucks, bahwa pendaftaran yang di lakukan tidak berdasarkan itikad baik. Sehingga keuntungan yang di cetak oleh PT Sumatra Tobacco terdapat juga andil dari merek Starbucks yang sudah di kenal di beberapa negara.

Berapa lama jangka waktu perlindungan merek?

Perlindungan hak atas merek di berikan untuk jangka waktu selama sepuluh tahun dan di mulai saat nomor permohonan terbit. Merek tergolong sebagai salah satu jenis kekayaan intelektual dengan masa perlindungan yang panjang. Apabila di bandingkan dengan jenis kekayaan intelektual lainnya, bisa di bilang jangka waktu perlindungan merek adalah selamanya. Hal ini di karenakan kamu bisa terus melakukan perpanjangan atas hak merek sepanjang masih menggunakan merek tersebut.

Di bandingkan dengan Hak Cipta yang memiliki masa perlindungan sampai dengan 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, merek bahkan masih bisa di gunakan setelah pemilik meninggal dunia. Apabila pemilik merek meninggal dunia, kepemilikan hak atas merek tersebut dapat di teruskan kepada ahli waris dengan prosedur pewarisan. Tentunya, berdasarkan UU merek,  ahli waris harus melakukan pelaporan atas pengalihan tersebut. Kemudian tepat setelah merek beralih, masa perlindungannya tetap berjalan dan bisa di perpanjang sesuai ketentuan perpanjangan merek. 

Keterkaitan merek bersama dengan kekayaan intelektual lainnya

Masing-masing jenis KI memiliki dasar hukum yang berbeda. Masing-masing di atur dalam undang-undang beserta aturan turunannya, walaupun terkadang memiliki keterkaitan dengan KI lainnya. Contohnya, adanya larangan pendaftaran hak cipta terhadap logo atau gambar yang telah kamu daftarkan merek. Hal ini di sampaikan dalam Pasal 65 Undang-Undang Hak Cipta. 

Meskipun logo dari merek yang kamu daftarkan adalah murni hasil dari ciptaanmu sendiri, kamu tetap tidak di perbolehkan untuk mendaftarkannya sebagai hak cipta. Selain hubungan antara hak cipta dan merek, beberapa juga masih sering terdengar menyebutkan “paten merek”. Kenyataannya, Paten dan Merek bukan dari jenis KI yang sama. Paten secara rinci  di atur melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU 13/2016) sedangkan merek di atur melalui UU MIG.

Hal ini membuktikan bahwa adanya keterkaitan yang sangat erat pada masing-masing jenis kekayaan intelektual. Apalagi, undang-undang juga membebaskan untuk satu produk di lindungi beberapa jenis kekayaan intelektual. Sehingga pelaku usaha perlu secara hati-hati dalam melakukan perlindungan kekayaan intelektual produknya. 

Sekilas penjelasan mengenai UU Merek, semoga bisa memudahkanmu untuk memahami bahasa undang-undang ya. Belajar dari contoh-contoh kasus di atas, jangan sampai kamu juga terjebak dalam sengketa merek. Manfaatkan fitur cek merek dari Mebiso agar pendaftaran merek yang kamu lakukan mulus tanpa usulan penolakan.

Artikel Terkait
Cara Membuat Izin Ekspor Impor dan Syarat Lengkapnya
Cara Membuat Izin Ekspor Impor dan Syarat Lengkapnya
Identitas Produk: Penjelasan, Manfaat dan Cara Buat
Identitas Produk: Penjelasan, Manfaat dan Cara Buat
Cara Membuat Izin Usaha Mikro Kecil & Syaratnya
Cara Membuat Izin Usaha Mikro Kecil & Syaratnya
Belajar Legal Fundamental Untuk Bisnis 
Belajar Legal Fundamental Untuk Bisnis 
Mengenal HAKI: Arti, Jenis HAKI, dan Contohnya
Mengenal HAKI: Arti, Jenis HAKI, dan Contohnya
Brand Protection: Pengertian Dan Tips Khusus Menjalankannya!
Brand Protection: Pengertian Dan Tips Khusus Menjalankannya!