KUMPULAN ARTIKEL SEPUTAR MEREK, PATEN, LEGAL, DLL
Mebiso LOGO

Cerita Siapa Yang Salah Dibalik Kasus Merek Kopitiam

Cerita Siapa Yang Salah Dibalik Kasus Merek Kopitiam

MEBISO.COM – Nama “Kopitiam” pasti sudah tidak asing lagi di telinga para pengusaha F&B. Tapi, tahukah kamu tentang kasus merek Kopitiam? Sempat menjadi perdebatan, tapi coba perhatikan penjelasan tentang cerita di balik kasusnya. 

Arti Kata Dibalik Kasus Merek Kopitiam

Ada alasan kenapa kata ini menjadi sangat populer di kalangan pengusaha F&B. Tidak sembarangan, karena ternyata kata ini di ambil dari bahasa asing. Kata Tiam ternyata di ambil dari bahasa Tionghoa yang memiliki arti ‘kedai kopi’.

Dari pemilihan bahasanya, tidak mengandung kata-kata yang dilarang berbahaya. Sehingga pengusaha yang ingin menggunakan kata ini juga bisa dibilang aman. Tapi, siapa yang sangka kalau menggunakan kata ini untuk nama merek bisa menjadi masalah?

Buktinya, ada beberapa kasus yang sudah terdaftar karena bermasalah dengan menggunakan kata Kopitiam. Siapa yang salah pada masing-masing kasusnya? Pada bahasan sub bab selanjutnya, kamu akan menemukan jawaban atas terjadinya kasus merek ini. 

Kasus Merek Kopitiam

Dimulai jauh pada tahun 2012, putusan mengenai kasus ini terjadi antara Paimin Halim dengan Abdul Alek Soelystio. Keduanya adalah pengusaha yang menjalankan bisnis di bidang F&B.

Pertama kali, Abdul Alek Soelystio sudah mendaftarkan nama kafe miliknya yaitu “KOPITIAM” dan atas permohonannya, DJKI juga sudah memberikan sertifikat yang terbit pada tahun 1996. Bahkan pemilik merek ini juga sudah pernah memperpanjang perlindungannya di tahun 2005. 

Artinya, karena sudah berhasil melakukan perpanjangan, sejak tahun 2005 sampai kemungkinan sekitar tahun 2015, nama KOPITIAM ini masih menjadi milik Abdul Alek Soelystio. 

Ternyata, satu tahun kemudian, sekitar tahun 2006, ada seorang pengusaha lain yang berusaha menggunakan nama yang sama. Paimin Halim mengajukan pendaftaran dengan nama merek “KOK TONG KOPITIAM”. 

Ini adalah permulaan cerita Abdul Alek Soelystio mempertahankan nama mereknya. 

Selanjutnya, Abdul Alek Soelystio merasa terganggu terhadap pendaftaran merek baru itu. Pasalnya, pemilik merek ini percaya kalau Paimin Halim tidak beritikad baik. Aksi gugat menggugat pun di mulai. 

Kenyataannya, merek KOK TONG KOPITIAM sempat mendapatkan usulan penolakan, lalu lolos sampai terbit sertifikat merek. Tapi, tidak berhenti sampai di sini, karena perkara kemudian berlanjut di meja pengadilan. 

Pada tahap pengadilan ini, merek KOPITIAM hampir saja kalah karena pihak lawan menyampaikan bukti-bukti kalau kata KOPITIAM adalah kata yang umum. Beruntung, pada putusan Peninjauan Kembali di tahun 2012 Abdul Alek Soelystio masih berhasil mempertahankan mereknya yang sudah terdaftar belasan tahun. 

Masih Berlanjut…

Beberapa tahun setelah memenangkan kasus pertama, ternyata sebuah gugatan kembali di terima oleh Abdul Alek Soelystio. Lagi-lagi karena masalah penggunaan nama merek. Tetapi pada putusan tahun 2014 ini, pemilik merek KOPITIAM mendapatkan lawan yang berbeda. 

Walaupun berhadapan dengan pihak yang berbeda, alasan sengketanya ternyata masih sama. Phiko Leo Putra, penggugat merek KOPITIAM merasa penerbitan sertifikat merek tersebut kurang tepat karena merupakan nama umum yang tidak bisa di monopoli satu orang saja. 

Alhasil, pemeriksaan panjang harus dilalui kembali oleh keduanya. Hasil akhir dari pemeriksaan tersebut, majelis hakim masih tetap pada pendiriannya kalau merek KOPITIAM-lah yang berhak untuk menjadi pemilik merek satu-satunya. 

Pada dasarnya, sejak terbit undang-undang merek baru di tahun 2016, penggunaan kata yang umum ini memang dilarang dan bisa berakibat penolakan merek. Tapi, tentu keputusan pemberian atau penolakan itu mutlak menjadi keputusan DJKI.

Sehingga, dari kasus merek Kopitiam, pengusaha bisa lebih jeli lagi dalam memilih nama mereknya. Hindari juga kata-kata yang bermakna umum agar terhindar dari kasus serupa. Kamu bisa mencari kata-kata yang berbahaya di gunakan untuk merek dengan fitur Cek Merek dari Mebiso.