MEBISO.COM – Baru-baru ini, ada sebuah kasus pelanggaran HAKI yang sampai berakhir di penjara! Tentu saja hukuman ini sangat mengerikan apalagi untuk pengusaha yang pastinya mengharapkan untung dari bisnisnya.
Cerita di bawah ini bisa menjadi pelajaran agar kamu menghindari kasus pelanggaran HAKI yang serupa.
Menjadi sebuah nama populer untuk produk pakaian muslim, nyatanya tidak membuat pelaku kejahatan ragu untuk melancarkan aksinya. Cukup berani, karena bukan seperti tindak kejahatan pada umumnya, tapi pelaku justru memilih untuk berurusan dengan nama merek bisnis.
Alhasil, atas tindakannya tersebut, kasus ini menjadi salah satu contoh kasus pelanggaran HAKI yang mengakibatkan pelakunya harus mendekam di balik jeruji besi.
Cerita lengkap bagaimana kronologi hingga proses penyelesaian kasus ini terdapat pada sebuah putusan pengadilan yang prosesnya memakan waktu panjang hingga sidang berlapis.
Contoh kasus HAKI ini bermula ketika seorang sales manager dari PT Gajah Duduk mendapatkan informasi kalau ada produk yang sama bahkan dengan nama yang sama pula telah beredar di pasaran.
Penasaran akan informasi tersebut, maka salah satu pihak perusahaan mencoba untuk melakukan validasi dengan membeli produk yang beredar di pasaran tersebut. Barulah perusahaan menemukan fakta kalau sarung tersebut bukan merupakan produksi PT Gajah Duduk tapi adalah produksi dari PT Prisma Abadi Jaya.
Tentu saja, hal ini merupakan sebuah kasus pelanggaran HAKI karena sarung produksi PT Pisma Abadi Jaya itu menggunakan nama dan logo yang sama dengan produksi dari PT Gajah Duduk.
Mengantongi fakta di atas, kemudian PT Gajah Duduk menggulirkan kasusnya kepada aparat penegak hukum dan menjadi kasus HAKI di Indonesia terbaru. Atas laporan tersebut mulailah proses pemeriksaan terhadap sarung gajah duduk palsu tersebut.
Dari proses pemeriksaan tersebut, petugas menemukan fakta kalau Mokhammad Khanif (MK) sebagai Direktur dari PT Pisma Abadi Jaya memang sengaja memproduksi sarung dengan merek dagang Gajah Duduk.
Untuk memproduksinya, MK melakukan kerja sama dengan produsen, dan setelahnya adalah proses penempelan stiker termasuk pengemasan. Tentunya, tindakan MK tersebut menambahkan kasus pelanggaran HAKI di Indonesia karena merek Gajah Duduk telah terdaftar atas nama perusahaan lain.
Dari uraian kasus pelanggaran HAKI di atas, maka perlu uraian termasuk analisis khusus agar bisa menentukan tindak pidana dari sebuah pencatutan merek. Berikut ini adalah analisisnya.
Dasar analisis yang pertama adalah berdasarkan tanggal perlindungan. Apalagi rumus mutlak dari sebuah merek adalah siapa yang lebih dulu mengajukan yang akan mendapatkan hak.
Terlebih, sebuah kasus yang tentang merek biasanya akan melibatkan dua pengusaha atau lebih. Jadi, harus dipastikan lebih dulu mengenai tanggal perlindungan kedua pihak.
Dalam kasus pelanggaran HAKI Gajah Duduk, ternyata hanya ada perlindungan merek atas nama PT Gajah Duduk. Sebelumnya, sempat ada penarikan merek atas nama PT Pisma sehingga mengakibatkan perusahaan kehilangan haknya.
Setelah menemukan data tanggal penerimaan atas merek, selanjutnya pemeriksa juga perlu melihat dari hubungan antara para pihak tersebut. Misalnya seperti apakah ada perjanjian yang menunjukkan adanya izin terhadap produksi produk tersebut.
Karena terkadang, pemilik merek akan mengizinkan pengusaha lain memproduksi produknya berdasarkan perjanjian.
Sayangnya, hal ini tidak ada dalam kasus Gajah Duduk. Alhasil, tindakan PT Pisma adalah sebuah kejahatan.
Dalam ketentuan perlindungan merek, terdapat sebuah larangan untuk menggunakan, memproduksi, atau menawarkan produk milik orang lain tanpa sepengetahuan pemilik aslinya.
Dalam hal ini, tentu tindakan PT Pisma sudah memenuhi syarat sebagai sebuah pelanggaran dan patutlah untuk mendapatkan hukuman.
Permasalahan perebutan merek ini sempat berjalan alot karena kedua pihak sama-sama berusaha mempertahankan mereknya. Bahkan keduanya juga sama-sama menyampaikan bukti kuat supaya bisa tetap menjalankan bisnisnya dengan aman.
Tidak berhenti pada pengadilan tingkat pertama saja, Direktur PT Pisma juga sempat mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi. Sayangnya, berdasarkan pertimbangan panjang termasuk menilai bukti-bukti dalam persidangan, majelis hakim memutuskan PT Pisma telah bersalah karena melakukan kejahatan merek.
Alhasil, Direktur PT Pisma harus menerima akibat dari tindakannya berupa hukuman penjara dan juga denda sebagai akhir kasus pelanggaran HAKI Gajah Duduk.
Dari kasus di atas, sebagai pengusaha kamu juga bisa mengambil tindakan tegas kepada seluruh oknum yang berusaha memalsukan produk. Hal ini karena perlindungan merek bersifat absolut, sehingga kamu bisa menempuh jalur hukum apapun untuk mempertahankan hak.
Menjadi PR seorang pengusaha juga untuk selalu memantau keamanan mereknya, mulai dari memastikan produk yang beredar adalah benar produksi perusahaannya, sampai dengan memantau perkembangan pendaftaran merek yang serupa.
Tentunya, perlu banyak waktu untuk melakukan perlindungan tersebut tapi hal ini akan menghindarkan kamu dari episode panjang pemeriksaan di pengadilan.
Untuk menghindari kasus pelanggaran HAKI, saat ini sudah semakin mudah. Apalagi, sudah ada fitur Perlindungan Merek dari Mebiso sehingga kamu bisa semakin menghemat lebih banyak waktu dengan update secara otomatisnya.