Sudah lebih dari satu abad, merek roti Tan Ek Tjoan berdiri. Namun, ada kisah pilu di balik nikmatnya roti legendaris asal Bogor, Jawa Barat tersebut. Usaha yang didirikan pada tahun 1921 dan dijalankan secara turun temurun ini, sempat tersandung kasus sengketa merek antar anggota keluarga.
Cerita lengkapnya akan diulas pada artikel berikut:
Awal Mula Tan Ek Tjoan
Bisnis ini dirintis oleh Tan Ek Tjoan bersama sang istri, Phia Lin Nio. Saat itu, ia melihat peluang penjualan roti Belanda yang banyak dilakukan orang di kawasan Bogor. Kebetulan, sang istri memang piawai membuat roti.
Memanfaatkan peluang tersebut, pada 1921, Tan Ek Tjoan membuka usaha tersebut. Tak hanya menjual roti, usahanya itu bisa membuat orang Belanda dan pribumi saling berbaur.
Pelan tapi pasti, usaha tersebut semakin maju. Di kala sang istri memasak roti, Tan Ek Tjoan getol membantu penjualan. Sehingga, pada tahun 1950-an, ia membuka cabang baru di kawasan Cikini. Gerai tersebut banyak didatangi orang Belanda dan usahanya semakin besar.
Tak berhenti sampai disitu, roti ini memiliki 300 gerobak yang berkeliling di sekitar Jabodetabek. Bahkan, menjadi langganan kantor kenegaraan Indonesia dan menjadi favorit Bung Hatta.
Cerita Sengketa Tan Ek Tjoan
Setelah Tan Ek Tjoan meninggal, bisnisnya semakin maju. Singkat cerita, pasca keduanya meninggal dunia, bisnis tersebut diwariskan kepada kedua anaknya. Kemudian, diteruskan oleh cucunya (Alexandra) dan keponakannya, Lydia Cynthia Elia.
Dari sinilah, konflik sengketa merek dimulai. Semasa Tan Ek Tjoan masih hidup, merek tersebut diketahui telah didaftarkan di kelas 30 pada tahun 1978 oleh Ongke Hanna Elia Bdn Tan Ek Tjoan.
Ongke Hanna Ella yang diketahui adalah ayah Lydia, merupakan adik Tan Ek Tjoan yang turut membantu untuk mengelola usaha roti Tan Ek Tjoan.
Namun, di sisi lain, Alexandra Salinah Tamara, yang merupakan cucu Tan Ek Tjoan, sebagai pewaris usaha, tahun 2022 ia lngin mendaftarkan merek Tan Ek Tjoan. Namun, ditolak karena sudah didaftarkan terlebih dahulu oleh Lydia.
Tak terima, Alexandra menggugat Lidya ke pengadilan meminta untuk pengalihan merek.
Akhir Sengketa
Dalam sengketa ini, Lidya menentang permintaan gugatan Alexandra, karena dirinya sudah mendaftar merek terlebih dahulu (first-to-file). Dia juga menjelaskan bahwa sudah mengelola bisnis bersama dengan Tan Ek Tjoan & istri. Sedangkan Alexandra & keluarga justru lebih sering menghabiskan waktu di Luar Negeri.
Hasilnya, gugatan Alexandra ini gagal. Mereknya tidak bisa didaftarkan. Sejauh ini hanya merek Tan Ek Tjoan milik Lidya yang terdaftar.
Dalam pengajuan pendaftaran merek, Alexandra menggunakan logo dan gambar merek Tan Ek Tjoan klasik, yakni hanya tulisan merah dengan latar warna putih dan mahkota di atas tulisan. Sedangkan, pihak Lydia menggunakan simbol atau gambar koki sedang memanggang roti bertulisan ‘Tan Ek Tjoan’ dengan latar warna kuning dan cokelat.
Daftar Merek Kolektif
Ketika bangun bisnis keluarga, agar terhindar dari berebut merek, bisa daftar merek kolektif atau didaftarkan bersama beberapa orang untuk satu merek dengan karakteristik yang sama.
Tapi perlu diingat, wajib ada kesepakatan/perjanjian tertulis untuk mengatur penggunaan merek & sanksi jika melanggar.
Untuk mendaftarkan merek kolektif bagi usaha keluarga, langkah-langkahnya relatif mirip dengan pendaftaran merek pada umumnya. Namun, perlu diingat bahwa merek kolektif umumnya digunakan oleh kelompok atau asosiasi usaha yang memiliki karakteristik, standar, atau nilai bersama. Berikut adalah panduan dalam bentuk paragraf:
Cerita sengketa merek Tan Ek Tjoan. Sebelum melakukan pendaftaran merek, harus melakukan pengecekan terlebih dahulu. Tujuannya, untuk meminimalisir usul tolak. Serta, jangan lupa proteksi merekmu agar tidak mudah ditiru oleh orang lain.