Di balik kasus merek Nona Steak yang rela ganti nama merek karena sudah didaftarkan orang lain. Hal ini tentunya menjadi perhatian para pelanggan setia Nona Steak. Tentunya, hal ini menjadi concern khusus bagi pengusaha serupa. Mengingat, warung steak kaki lima sedang hits di Jakarta.
Selengkapnya, akan dibahas dalam artikel berikut.
Awalnya Nona Steak dulunya bernama Noni Steak, tapi ditengah perjalanan bisnisnya tiba-tiba nama “Noni Steak” di daftar merek duluan oleh pihak lain. Mau tak mau, karena prinsip merek itu first-to-file “siapa cepat dia berhak” jadi pemilik aslinya harus merelakan nama itu.
Hal ini diungkapkan oleh pemilik Nona Steak ketika ditanya oleh salah satu pelanggannya. Ia berujar, bahwa ia terpaksa ganti nama merek karena sudah didaftarkan pihak lain.
Tentunya, pihak Nona Steak memulai kembali branding yang selama ini sudah dibangun. Setelah resmi berganti nama, mereka tak ingin mengulang kejadian yang sebelumnya. Pihak Nona steak langsung menjaga reputasi bisnisnya dengan mendaftarkan nama “Nona Steak”
Merek dagang harus didaftarkan karena pendaftaran merek memberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap penggunaan yang tidak sah oleh pihak lain. Menurut Undang-Undang Merek di Indonesia, merek dagang yang terdaftar akan mendapatkan hak eksklusif untuk menggunakan merek tersebut dalam kategori barang atau jasa tertentu.
Ini berarti, hanya pemilik merek yang terdaftar yang berhak secara hukum untuk menggunakan, menjual, atau melisensikan merek tersebut. Jika ada pihak lain yang mencoba menggunakan merek yang sama atau mirip, pemilik merek terdaftar dapat mengambil tindakan hukum untuk menghentikan pelanggaran tersebut dan menuntut ganti rugi.
Selain itu, pendaftaran merek juga membantu dalam menghindari potensi sengketa hukum di masa depan, yang bisa mahal dan memakan waktu. Dengan mendaftarkan merek, pemilik bisnis juga membangun aset tak berwujud yang dapat meningkatkan nilai perusahaan dan memberikan daya saing di pasar.
Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) juga mengharuskan pendaftaran merek sebagai langkah penting dalam mendukung perlindungan dan penegakan hak kekayaan intelektual di negara ini. Tanpa pendaftaran, perlindungan hukum terhadap merek dagang sangat terbatas, sehingga merek menjadi rentan terhadap pemalsuan dan eksploitasi oleh pihak lain.
Prinsip perlindungan merek berdasarkan Undang-Undang Merek Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mencakup beberapa aspek penting yang dirancang untuk memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi pemilik merek.
Pertama, ada prinsip pendaftaran, yang menyatakan bahwa perlindungan hukum terhadap merek diberikan kepada merek yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Ini berarti bahwa hanya merek yang terdaftar yang mendapatkan perlindungan eksklusif dari penggunaan tanpa izin oleh pihak lain.
Kedua, ada prinsip first to file, yang berarti bahwa hak atas merek diberikan kepada pihak yang pertama kali mengajukan pendaftaran, bukan kepada pihak yang pertama kali menggunakan merek tersebut.
Ketiga, prinsip kebaruan, yang mengharuskan merek yang didaftarkan haruslah baru dan tidak bertentangan dengan merek yang sudah ada. Selain itu, ada prinsip perlindungan terhadap merek terkenal, yang memberikan perlindungan lebih luas bahkan tanpa pendaftaran jika merek tersebut dianggap telah dikenal luas oleh masyarakat.
Terakhir, prinsip non-deskriptif dan tidak menyesatkan, yang mengharuskan merek tidak boleh hanya menggambarkan jenis, kualitas, atau karakteristik barang atau jasa, dan tidak boleh menyesatkan konsumen mengenai asal barang atau jasa tersebut.
Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk mencegah persaingan tidak sehat dan melindungi hak pemilik merek atas kekayaan intelektual mereka.
Artikel tersebut merupakan ringkasan edukasi terkait kasus merek Nona Steak dalam contoh kasus sengketa merek. Untuk tips dan contoh kasus lain, baca artikel kami lainnya, ya!