Contoh Kasus Hak Paten – Mebiso.com . Walaupun pemerintah sudah berusaha secara maksimal untuk memberikan perlindungan terhadap hak paten, nyatanya masih banyak kasus-kasus paten yang terjadi. Baik itu berupa sengketa maupun pelanggaran yang mengakibatkan ancaman hukuman pidana.
Sebagai pengusaha, sekali saja namamu masuk ke dalam tajuk berita, maka akan mempengaruhi citra perusahaan yang sudah kamu bangun. Untuk itu, mari kita pelajari mengenai contoh kasus hak paten dalam pembahasan artikel berikut.
Perebutan atas suatu harta memang wajib untuk kamu pertahankan, apalagi jika harta tersebut merupakan harta yang tidak terlihat seperti halnya paten.
Untuk itu, ketika sengketa tentang paten terjadi, kamu perlu mengerahkan tenaga yang ekstra. Melalui artikel ini juga, akan di bahas mengenai tips menghadapi sengketa paten berikut analisis untuk bisa menghindari kamu dari sengketa paten.
Baca Juga: Apa itu Hak paten
Beberapa negara maju yang sudah menjadikan teknologi sebagai sebuah produksi utamanya, tentu sangat dekat dengan sengketa paten. Selain melakukan pendaftaran paten atas sebuah hasil penemuanmu, pemegang hak juga memiliki kewajiban untuk menjaga paten tersebut.
Apalagi negara sudah memberikan dukungannya sehingga pemegang hak memiliki kekuatan hukum apabila terjadi sengketa paten.
Kalau berbicara mengenai kasus paten yang pernah terjadi, kemungkinannya ada dua, yaitu sengketa atau perebutan hak paten antara dua pihak dan juga bisa saja terjadi pelanggaran paten atas penggunaan tanpa hak dari paten tersebut.
Di bawah ini, adalah contoh kasus hak paten yang pernah terjadi di seluruh dunia:
Contoh kasus hak paten pertama, dari negara Amerika Serikat. Perusahaan produsen chip ini di anggap telah melakukan pelanggaran atas pembuatan chip. Kasus yang bermula dari adanya tuduhan atas produksi chip tanpa hak oleh Intel, menyebabkan perusahaannya harus membayar ganti kerugian senilai ratusan triliun rupiah.
Para juri berpendapat bahwa Intel telah melakukan pelanggaran paten milik VLSI Technology, dan mengharuskannya membayar ganti kerugian atas tindakan Intel tersebut. Namun nampaknya kasus ini tidak berhenti sampai di sini, karena Intel melalui kuasa hukumnya menyebutkan akan mengajukan banding.
Dari bidang farmasi, terdapat perebutan paten obat Hepatitis C oleh dua perusahaan farmasi Gilead dengan Merck. Kasus yang di mulai sejak tahun 2013 ini ternyata tidak selesai dengan mudah.
Bahkan sampai tahun 2019 lalu, kasus ini masih berlanjut dengan kemenangan yang di raih oleh Gilead.
Tidak semudah itu, Gilead pada sidang sebelumnya sempat mengalami kekalahan. Awal mula kasus ini, Merck menggugat Gilead pada tahun 2013 namun hakim menilai bahwa paten milik Merck tidak sah.
Setelah beberapa kali melakukan proses persidangan, Merck akhirnya harus menerima kekalahan dan harus membayar ganti rugi sebesar miliaran dollar Amerika.
Nokia mengajukan gugatannya kepada Oppo pada tahun 2021 ke beberapa negara berbeda, yang menghasilkan di tahun 2022, Nokia berhasil memenangkan gugatannya tersebut.
Merujuk dari peraturan mengenai paten, setiap orang bisa saja dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap hak paten jika melakukan 2 tindakan berikut:
Berdasarkan penjelasan di atas dan juga contoh kasus hak paten yang sudah terjadi sebelumnya, pada intinya pelanggaran hak paten adalah karena adanya perebutan untuk melakukan produksi dari suatu paten.
Sebagai salah satu keuntungan dari hak paten, kamu bisa memproduksi hasil penemuanmu sendiri secara eksklusif. Atau jika kamu tidak memiliki sumber daya yang mumpuni untuk memproduksinya, kamu boleh menunjuk satu perusahaan untuk menjalankan produksi tersebut.
Namun, penunjukkan tersebut juga harus berdasarkan perjanjian dan persetujuan yang sah dari pemilik paten. Kamu, tidak boleh begitu saja memproduksi sebuah teknologi dengan meniru inovasi orang lain tanpa izin lebih dulu.
Sebagai hak yang terbuka, ketika seseorang mengajukan permohonan perlindungan hak paten, dirinya memiliki kewajiban untuk menyampaikan apapun yang menjadi kebaruan dari paten tersebut.
Prinsip keterbukaan ini tidak kemudian menjadikan setiap orang bisa untuk memproduksi hasil penemuan tersebut dengan bebas, karena ada perlindungan dari hak paten itu sendiri. Setiap produk paten, hanya bisa diproduksi oleh pemegang hak atas paten tersebut selama hak patennya berlaku.
Sehingga, seseorang yang memproduksi suatu produk yang sebelumnya sudah di lindungi paten, bisa di anggap melanggar hak paten itu sendiri.
Disinilah awal mula sengketa itu terjadi. Lalu, bagaimana kalau sudah terjadi sengketa? Kalau sudah terlanjur terjadi sengketa, kamu harus membayar ganti rugi seperti yang di ajukan oleh pihak penggugat.
Walaupun kamu tidak akan begitu saja di anggap pihak yang kalah, namun bukankah menghindari masalah akan lebih baik daripada harus menjalani proses persidangan yang berlarut-larut?
Pelanggaran hak paten berkaitan dengan penggunaan tanpa hak atas produk-produk yang sudah mendapatkan perlindungan. Pelanggaran hak paten ini biasanya terjadi antara dua perusahaan pada bidang yang sama. Karena pelanggaran hak paten berbentuk adanya produksi secara tanpa hak.
Kalau kita lihat pada contoh kasus hak paten yang sudah di sampaikan di atas, maka bentuk pelanggarannya adalah sebagai berikut:
Pada kasus paten obat hepatitis, Merck beranggapan bahwa dirinya adalah pemilik paten atas obat tersebut sehingga tindakan Gilead yang memproduksi obat hepatitis C tanpa sebelumnya mendapatkan izin dari Merck adalah termasuk pelanggaran. Merck menganggap bahwa keuntungan yang Gilead dapatkan melalui produksi obat tersebut, seharusnya menjadi milik Merck.
Apalagi jika masa perlindungan paten tersebut belum berakhir, maka setiap keuntungan atas hasil produksi paten tersebut hanya boleh di nikmati oleh pemilik paten atau dalam hal ini adalah Merck.
Sayangnya, sebelum mengajukan klaim tersebut Merck harus bisa memberikan bukti pendaftaran paten yang sah. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan kekalahan Merck. Hakim pemeriksa yang bertugas pada kasus yang terjadi antara Merck dan Gilead menilai bahwa pendaftaran paten Merck adalah tidak valid sehingga justru Merck yang harus membayarkan ganti rugi.
Siapa yang sangka bahwa ternyata pemilik paten yang di gunakan oleh Oppo ternyata adalah Nokia? Walaupun sekarang Nokia sudah tidak memproduksi gawai di bawah mereknya sendiri, namun perusahaan ini masih mempunyai kemampuan yang mumpuni di bidangnya. Sampai tahun 2022 lalu, Nokia masih mengupayakan hak atas patennya.
Tidak hanya di Indonesia saja, bahkan Nokia mengajukan gugatan di 9 negara lainnya. Di Jerman, pengadilan telah melarang Oppo untuk menjual produknya karena masalah ini.
Masalah yang terjadi antara keduanya, sudah pernah melalui proses mediasi namun karena tidak menemukan titik temu, maka kedua perusahaan teknologi ini harus menjalani proses panjang sengketa melalui pengadilan.
Menurut keterangan Nokia, masalah ini timbul karena Oppo menolak untuk memperpanjang perjanjian lisensi sehingga sejak berakhirnya perjanjian tersebut, Oppo telah melakukan pelanggaran hak paten.
Lalu, berdasarkan hukum di Indonesia, bagaimana pengaturan mengenai contoh kasus hak paten di atas?
Contoh kasus di atas terjadi di luar negeri, kemudian apabila menggunakan hukum yang berlaku di Indonesia tentu akan ada perbedaan. Berikut adalah contoh kasus hak paten dan analisisnya:
Merujuk pada pasal mengenai pelanggaran paten pada Pasal 160, maka seseorang tidak boleh memanfaatkan produk atau bahkan memproduksi suatu produk hasil paten tanpa seizin pemilik paten lebih dulu. Lalu, siapa sebenarnya pemilik dari paten obat hepatitis tersebut?
Berdasarkan prinsip first to file, maka pemilik yang pertama kali bisa di lihat dari tanggal penerimaan paten tersebut. Sayangnya, Merck gagal untuk mendapatkan perlindungan dari prinsip first to file ini karena Gilead berhasil mendaftarkan paten atas obat tersebut sejak tahun 2011.
Atas dasar inilah, hakim menyatakan bahwa Gilead lah yang berhak atas paten tersebut, dan Merck harus membayarkan biaya ganti rugi atas penjualan obat hepatitis yang di lakukannya.
Kalau kita terjemahkan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, lisensi ini artinya adalah izin. Atau bisa juga kamu terjemahkan sebagai perpanjangan tangan dari pemegang paten yang sesungguhnya. Jadi, pemegang hak bisa memberikan hasil penelitiannya kepada pihak lain untuk di produksi oleh pihak tersebut.
Kemudian, sebagai pemegang hak yang sah, nantinya produsen perlu membayarkan royalti atau imbalan dari hasil penjualan produk tersebut.
Pengaturan mengenai royalti, dan juga jangka waktu ini harus di tuangkan dalam sebuah perjanjian lisensi. Seperti yang terjadi antara Nokia dan Oppo, Nokia adalah pemegang hak paten atas teknologi yang di gunakan oleh Oppo.
Tidak hanya satu, namun Nokia berhasil mematenkan beberapa jenis penelitiannya, dan atas penemuannya ini, Nokia memberikan izin kepada Oppo melalui perjanjian lisensi agar Oppo dapat menghasilkan gawai menggunakan penemuan dari Nokia.
Sayangnya, perjanjian lisensi ini terdapat jangka waktu yang membatasinya. Sehingga apabila perjanjian lisensi berakhir, maka berakhir pula hak untuk produksi teknologi paten tersebut.
Dari contoh kasus hak paten di atas, mungkin kamu melihatnya sebagai kasus-kasus paten yang rumit. Namun, tidak menutup kemungkinan juga kasus hak paten terjadi atas sebuah paten sederhana. Walaupun perlindungan atas paten sederhana ini hanya separuh dari paten biasa, nyatanya hal ini tidak menghentikan pemilik paten untuk menaikkannya ke meja hijau.
Beberapa contoh kasus mengenai hak paten sederhana adalah sebagai berikut:
Sekitar tahun 2009, Niko Elektronik bersengketa dengan seorang penemu atas sebuah penemuan dispenser yang terdapat tambahan penutup keran. Sayangnya, setelah beberapa tahun Niko menjual dispenser tersebut, Niko tidak mengetahui bahwa fitur penutup dari sebuah dispenser itu sebelumnya sudah menjadi milik Edijanto sebagai pemegang hak paten sederhananya.
Sehingga, karena Niko sebelumnya telah melakukan penjualan produk tersebut, Niko mengajukan pembatalan atas pendaftaran paten sederhana oleh Edijanto tersebut. Selain itu, Niko juga memiliki dasar bahwa sebelumnya sudah ada pendaftaran paten atas dispenser dengan penutup tersebut di Negara China.
Hasil akhir dari kasus ini, pada akhirnya Ditjen KI menghapus pendaftaran paten sederhana dari Edijanto karena tidak terbukti bahwa pengajuan tersebut adalah benar sebuah invensi yang bisa di berikan paten.
Kurang lebih sama dengan kasus yang terjadi sebelumnya, kasus mengenai paten sederhana ini timbul karena pemilik paten sederhana di anggap gagal membuktikan bahwa paten yang di ajukannya tidak termasuk penemuan baru. Bukan merupakan penemuan baru atau hanya merupakan sebuah discovery.
Penemuan discovery ini karena ternyata, produk yang di ajukan patennya sudah pernah di produksi di negara China.
Berdasarkan dua kasus di atas, kamu harus bisa membedakan antara invensi dan discovery, selain itu dalam setiap paten yang kamu ajukan, penting untuk selalu berdasarkan asas itikad baik.
Artinya, kamu tidak boleh mendaftarkan paten atas suatu barang atau penemuan yang sebelumnya sudah pernah di produksi oleh pihak lain walaupun pihak tersebut tidak melakukan produksinya di Indonesia.
Terdapat beberapa contoh kasus pelanggaran hak paten terbaru di Indonesia sebagai berikut:
Kasus pertama mengenai paten milik Yamaha yang mendaftarkan sebuah paten mesin dengan memanfaatkan hak prioritas karena sebelumnya sudah melakukan pendaftaran di beberapa negara. Kasus yang terjadi antara Yamaha dengan Ditjen KI ini bermula karena pihak Yamaha menganggap Ditjen KI tidak jeli dalam melakukan pemeriksaan terhadap pengajuan patennya.
Pada saat sengketa ini terjadi sekitar tahun 2019 lalu, Yamaha melihat adanya kesalahan yang di lakukan oleh Pemeriksa Ditjen KI dalam memberikan penolakan terhadap pengajuan pendaftaran paten dengan hak prioritas milik Yamaha. Kesalahan ini karena Pemeriksa menolak pengajuan paten karena pengajuan paten Yamaha di Eropa telah di tolak.
Sayangnya, menurut Yamaha, paten di Eropa tersebut bukanlah paten yang sama dengan yang di ajukan di Indonesia. Hak prioritas adalah sebuah fasilitas agar pemilik paten asing bisa mendapatkan hak paten juga di Indonesia dengan tanggal penerimaan yang sama.
Menurut Pasal 30 UU Paten, pemohon perlu mengirimkan juga dokumen pengesahan dari negara yang bersangkutan jika ingin mengajukan hak prioritas pada paten. Sayangnya, permohonan paten Yamaha tersebut menghasilkan penolakan karena pemeriksa melihat adanya penolakan pada pengajuan paten Yamaha di Eropa.
Produk pewangi berbentuk padat ini, ternyata sempat menjalani proses pemeriksaan karena terjadi sengketa atas pemberian patennya. Godrej, perusahaan produsen Stella sempat menjalani sidang pemeriksaan dengan PT SC Johnson and Son Indonesia. PT SC Johnson menganggap inovasi atas stella pocket itu tidak bisa di berikan hak paten karena tidak memenuhi unsur kebaruan.
Hal tersebut, mengakibatkan Ditjen KI kemudian menghapuskan hak paten atas Stella. Atas keputusan penghapusan paten tersebut, Stella mengajukan gugatan kembali kepada komisi banding paten. Sayangnya, gugatan tersebut di tolak oleh majelis hakim.
Dari dua kasus hak paten di atas, dapat di lihat bahwa mengenai paten tidak bisa kamu terjemahkan secara sederhana. Satu saja fitur atau fungsi yang baru, bisa kamu ajukan pendaftaran atas patennya. Belajar paten dari contoh kasus hak paten yang sudah terjadi akan memudahkanmu untuk mempelajari konsep hak paten itu sendiri.
Tentunya, kamu juga akan lebih berhati-hati dalam memproses pendaftaran hak paten dari penemuanmu. Selain hak paten, kekayaan intelektual yang paling dekat salah satunya adalah hak merek.
Sebagian orang, sering mengatakan “saya akan mematenkan merek,” padahal ini merupakan dua hal yang berbeda.
Pendaftaran merek dan paten adalah dua bentuk perlindungan kekayaan intelektual yang berbeda dalam hal objek dan tujuan perlindungan. Pendaftaran merek melindungi identitas visual dan nama produk atau layanan, seperti logo, simbol, atau slogan, yang membedakan barang atau jasa satu entitas dari yang lain di pasar.
Tujuan utamanya adalah untuk mencegah kebingungan konsumen dan melindungi reputasi serta goodwill dari pemilik merek.
Sebaliknya, paten melindungi invensi teknis yang baru dan memiliki langkah inventif, seperti mesin, proses, atau komposisi bahan.
Paten memberikan hak eksklusif kepada penemu untuk mengeksploitasi invensi tersebut secara komersial selama periode tertentu, biasanya 20 tahun, untuk mendorong inovasi dan perkembangan teknologi.
Sementara merek berfokus pada identitas dan pengenalan di pasar, paten berfokus pada hak eksklusif atas solusi teknis yang baru dan berguna.
Ketua Tim Pengembangan Ekosistem Startup Digital Kemenkominfo, Sonny Hendra Sudaryana mengatakan, pelaku startup harus aware terhadap pendaftaran paten maupun merek, yang selama ini juga menjadi perhatian dari Kemenkominfo.
“Dengan mendaftarkan paten dan merek, startup dapat memastikan bahwa mereka memiliki perlindungan hukum yang diperlukan untuk mengamankan dan mengembangkan aset intelektual mereka, yang pada gilirannya dapat mendukung keberlanjutan dan kesuksesan bisnis,” tandas dia.
Infografis mengenai alur hak paten ini telah diulas dalam artikel yang ada di website Indonesia Baik.