Eksistensi buku menjadi salah satu objek yang sangat berpengaruh dalam peradaban manusia. Karenanya, buku saat ini telah menjelma juga jadi salah satu objek proteksi dari hak cipta itu sendiri — mengingat eksistensinya sebagai hasil intelektualitas manusia. Namun jarang yang tahu bahwa ternyata ada lho kasus pelanggaran hak cipta buku ini.
Kasus pelanggaran hak cipta buku jadi salah satu kasus menyangkut copyright yang juga sering terjadi di tengah masyarakat. Hal ini jadi lumrah karena begitu banyaknya pencipta karya buku atau pemegang hak cipta buku di dunia ini sehingga potensi terjadinya gesekan kepentingan satu sama lain bakal akan selalu ada.
Kira-kira apa saja kasus pelanggaran hak cipta buku yang pernah terjadi di luar sana namun masih banyak orang yang belum tahu?
Mari kupas selengkapnya soal jajaran kasus pelanggaran hak cipta buku tersebut dalam sajian artikel berikut ini!
Merek Bisa Ditolak? Cari Tahu Sebelum Terlambat!
Banyak bisnis gagal mendaftarkan mereknya karena kesamaan dengan merek lain. Jangan sampai usaha kamu sia-sia hanya karena tidak cek terlebih dahulu. Pahami risikonya sebelum melangkah lebih jauh!Pelajari Kenapa Cek Merek Itu Penting!
Buku merupakan salah satu objek yang punya perlindungan dalam hal hak cipta atau copyright. Hal ini telah termaktub sedemikian rupa juga dalam UU Hak Cipta No.28 Tahun 2014. Sehingga secara normatif, perlindungan buku sebagai salah satu hak cipta sangat terjamin lewat hadirnya regulasi hukum tersebut — khususnya di Indonesia.
Hak Cipta sendiri punya satu sifat unik yang membedakannya dengan jenis aset intelektual lainnya, yakni hak cipta punya sifat deklaratif.
Artinya, sebuah karya cipta — dalam hal ini buku — yang sudah kamu tulis dan buat sebenarnya tidak wajib untuk kamu daftarkan karena begitu karya ciptaan tersebut terwujud secara nyata, maka sudah terlindungi copyright-nya.
Hal tersebut tak hanya berlaku di Indonesia, tapi juga di luar negeri. Walaupun begitu, kamu tetap bisa secara sukarela mendaftarkan hak cipta atas buku yang sudah kamu buat tersebut untuk mendapatkan bukti yang lebih kuat.
Namun sayangnya, pengaturan-pengaturan soal copyright di atas tak bisa membendung sepenuhnya adanya kasus pelanggaran hak cipta buku yang terjadi — baik di internasional maupun nasional.
Beberapa kasus pelanggaran hak cipta buku yang pernah terjadi namun masih sangat jarang orang-orang sadari antara lain sebagai berikut:
Kasus pelanggaran hak cipta buku yang pertama datang dari gugatan yang Authors Guild ajukan kepada Google.
Authors Guild menggugat Google karena menurut mereka Google telah melakukan pemindaian dan mendigitalkan lebih dari dua puluh juta buku tanpa seizin penulis atau tanpa adanya lisensi sebgai bagian dari proyek Google Books.
Namun saat persidangan, pihak pengadilan menyatakan bahwa apa yang Google lakukan — pemindaian dan pendigitalan buku — sangat “transformatif” dan tujuan Google adalah untuk menyampaikan informasi buku tersebut, bukan untuk menyebarluaskannya.
Sehingga dalam kesimpulannya, apa yang Google lakukan ini menurut pengadilan masih dalam tahap fair use atau penggunaan wajar.
Fair use atau penggunaan wajar sendiri adalah sebuah pernyataan legal yang memungkinkan menggunakan sebuah karya cipta secara sewajarnya tanpa perlu izin sang empunya hak cipta. Dalam doktrin ini sendiri, prinsip fair use memang diperbolehkan selama penggunaan karya ciptanya untuk tujuan yang transformatif.
Pada kasus ini SMK Kehutanan Pekanbaru berhadapan dengan tudingan pelanggaran hak cipta dan dituntut untuk membayar ganti rugi sebesar kurang lebih Rp13,9 juta.
Hal tersebut merupakan hasil mediasi antara SMK Kehutanan Pekanbaru sebagai pihak terlapor dengan Perkumpulan Peduli Karya Cipta (PPKC) sebagai pelapor.
Kasus ini berlatar belakang karena adanya dugaan pelanggaran copyright atas buku dan novel berupa pembajakan oleh SMK Kehutanan Pekanbaru yang mana sudah merugikan hak ekonomi penulis.
Perbuatan pembajakan tersebut sejatinya memang jadi salah satu perbuatan yang masuk hal yang dilarang dalam UU Hak Cipta. Hal ini karena pembajakan melanggar hak ekonomi yang pemilik copyright punyai sehingga dalam regulasinya sendiri, pembajakan hak cipta bisa masuk ke dalam ketentuan pidana.
Kasus pelanggaran hak cipta buku berikutnya datang dari Dr. Seuss Enterprises yang menggugat ComicMix.
Dr. Seuss Enterprises di sini sebagai pemiliki hak cipta buku Oh the Places You’ll Go! (Go!) menggugat ComicMix atas bukunya yang berjudul Oh, the Places You’ll Boldly Go! (Boldly). Boldly sendiri merupakan buku dengan paduan Go! dengan dunia science-fiction ala Star Trek. Gaya visual dan tekstualnya juga mengambil dari buku Go!.
Pengadilan akhirnya memutus bahwa Boldly tak memenuhi dan tak memiliki unsur transformatif untuk bisa masuk kategori penggunaan wajar. Agar bisa masuk kategori fair use, sebuah penggunaan karya haruslah memenuhi syarat-syarat yang salah satunya adalah transformatif.
Namun alih-alih mengubah makna atau pesan karya aslinya agar transformatif, Boldly justru hanya meniru Go! yang mana mendukung putusan dari pengadilan tersebut bahwa Boldly tak bisa masuk kategori fair use tersebut.
Kamu tentu akrab dengan nama Harry Potter. Karakter buatan J.K. Rowling ini memang telah jadi salah satu karakter favorit orang-orang di seluruh dunia.
Namun ternyata J.K. Rowling ini juga pernah terlibat masalah gugatan hak cipta lho!
Rowling pernah mengajukan gugatan kepada RDR Books terkait Harry Potter Lexicon karena ia anggap telah menyalin bagian besar cerita-ceritanya tanpa memberinya pemahaman baru. Hakim kemudian memutuskan bahwa RDR Books gagal memberikan bukti terkait fair use dan memerintahkannya untuk menghentikan penerbitannya.
Dari kasus ini, tentu bisa kamu lihat bahwa pengadilan jadi salah satu cara ampuh dalam menyelesaikan pelanggaran hak cipta. Namun, sebenarnya kasus ini bisa dihindari apabila RDR Books mau meminta izin terlebih dulu kepada Rowling atas penggunaan ‘dunia’ Harry Potter milik Rowling.
Pada tahun 2019 silam, penulis novel Gone Girl yakni Gillian Flynn dan publishernya pernah menerima gugatan dari seorang penulis lain.
Di dalam kasusnya ini, penggugat memberikan klaim bahwa Gone Girl punya kemiripan dengan skenario yang pernah ia tuliskan. Namun sayangnya, di sini pengadilan memutuskan untuk menolak gugatannya dengan alasan bahwa kesamaan hanya berdasarkan pada ide-ide saja.
Harus kamu garis bawahi lagi di sini bahwa hak cipta hanya melindungi karya yang sudah punya wujud konkrit. Ide-ide tak termasuk ke dalam sebuah wujud karya konkrit karena ide barulah sebatas gagasan-gagasan yang mana tak bisa memenuhi unsur objek yang bisa terproteksi oleh copyright.
Dari rentetan contoh beberapa kasus-kasus menyangkut copyright di atas, bisa kita ambil amanat bahwa nyatanya — walaupun tak perlu register secara formal — namun hak cipta jadi salah satu HAKI yang sangat penting untuk kamu perhatikan terhadap karya-karyamu.
Meskipun tak wajib, namun mendaftarkannya dapat memberimu keuntungan ekstra karena dengan begitu kamu jadi punya bukti lebih kuat atas kepemilikan karyamu tersebut.
Karenanya, selagi masih sempat mari segera lakukan pendaftaran HAKI untuk perlindungan aset intelektualmu. Kamu juga bisa lakukan penelusuran potensi merekmu bisa terdaftar dengan lakukan cek merek dagang dengan alat cek merek termutakhir milik Mebiso!
Sudah Punya Nama Brand? Tapi, Apa Sudah Aman?
Banyak bisnis tidak sadar kalau nama brand mereka bisa saja sudah dimiliki orang lain. Sebelum melangkah lebih jauh, pastikan merek kamu tidak bermasalah di kemudian hari!Pelajari Pentingnya Cek Merek!
Ya, buku termasuk karya literatur yang punya proteksi hak cipta.
Aturan copyright atau hak cipta di Indonesia termaktub dalam UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014.
Sifat unik yang copyright miliki dan membedakannya dengan HKI lain adalah adanya sifat deklaratif.
Maksudnya, hak cipta lahir begitu karya tercipta secara konkrit dan nyata tanpa perlu kamu daftarkan lebih dulu.
Ya, pembajakan terhadap buku juga masuk ranah pelanggaran hak cipta.