Dalam bisnis, ada istilah yang mungkin masih asing terdengar di telinga kamu yakni IKEA effect. Apa sebenarnya penjelasan dari fenomena satu ini? Lantas, apa hubungannya dengan IKEA?
Secara sederhana ini adalah efek psikologis yang timbul ketika kamu lebih menyukai produk yang dirakit sendiri alih-alih produk jadi atau produk yang sudah siap pakai.
Fenomena ini ternyata juga berpengaruh terhadap produk atau bahkan bisnismu secara keseluruhan.
Jika ingin mengetahui arti, penerapan IKEA effect, hingga manfaat yang bisa kamu peroleh dari fenomena psikologis ini, mari cek sini!
IKEA effect adalah suatu terms atau istilah untuk suatu fenomena psikologi yang mana seseorang cenderung memberikan value/nilai lebih tinggi atas sesuatu yang mereka bikin sendiri.
Atau bisa juga memberi nilai tinggi atas segala sesuatu yang dalam proses pembuatannya mereka juga ikut berpartisipasi.
Istilah ini muncul sudah tentu dari perusahaan yang namanya bersanding ini, yakni IKEA itu sendiri.
IKEA merupakan perusahaan perabotan yang telah mendunia. Bukan cuma jualan perabotan, tapi mereka memberikan efek psikologis yang memberi nilai lebih karena mengharuskan pembelinya merakit sendiri atau berfokus ke pengalaman.
IKEA effect psikologi itu sendiri bukan tanpa data dan bualan belaka. Ada peneliti dari Harvard Business School yang bernama Michael Norton yang bekerja sama dengan beberapa peneliti sekaligus untuk melakukan studi atas efek ini.
Dari hasil studinya, ternyata IKEA effect ini memang akan meningkatkan penilaian atas produk yang mereka buat atau ikut berpartisipasi dalam pembuatannya. Selain itu, mereka juga memiliki peningkatan rasa kepemilikan atas produk terkait.
Contoh saja yakni ketika kamu membeli suatu lemari IKEA, maka harus merakitnya sebelum digunakan.
Nah, setelah selesai, maka nilai dari lemari yang kamu beli akan lebih tinggi daripada ketika kamu membeli lemari yang modelnya sama, tapi sudah produk jadi.
IKEA effect sendiri punya implikasi krusial terutama dalam bidang bisnis, khususnya di marketing. Pasalnya, kamu bisa memanfaatkan efek ini untuk membuat maupun melakukan personalisasi atas produk yang akan kamu jual pada pelanggan.
Nah, untuk contoh dari efek psikologis ini memang cukup banyak seperti:
Kasus pertama adalah di Amerika Serikat dari HelloFresh dan Blue Apron yang cukup gencar menerapkan IKEA effect ini.
Mereka mengikuti jejak dari Betty Crocker yang di tahun 1950-an menemukan kalau pelanggannya lebih senang dan suka berpartisipasi untuk persiapan makanan mereka sendiri.
Layanan untuk berlangganan perlengkapan makanan ini sebenarnya muncul dari ide sederhana.
Nantinya, pelanggan bukan menerima hasil jadi dari makanan tersebut. Tapi, mereka hanya memperoleh sekotak bahan makanan yang resep dan komposisinya sudah ditentukan oleh perusahaan.
Nantinya, setiap pelanggan harus mencampurkan dan memasaknya sendiri. Misalnya, mengukus, menggoreng, mencampur, dan menambahkan topping makanannya sendiri ke dalam kotak makanan yang sudah tersedia.
Tak heran, perusahaan ini bisa memiliki nilai 5 miliar dolar untuk di Amerika Serikat saja dan memicu lebih banyak perusahaan lain untuk membuat hal yang serupa.
Sudah tentu contoh paling masuk akal dan memberi efek IKEA pada persepsi produk adalah penemunya, yakni IKEA itu sendiri.
Misalnya dengan merakit kursi, meja belajar, rak buku, lemari, dan sejenisnya yang membuat perasaan Do It Yourself (DIY) muncul dengan begitu kuat.
Mulai dari pengecatan kamar tidur, pemasangan kotak keramik yang ada di kamar mandi, sampai dengan harus mengamplas lorong menjadi proyek yang juga jadi contoh dari efek psikologis ini.
Pelanggan yang juga ikut dalam perbaikan rumah sudah tentu akan mengubah estimasi dari value properti yang mereka ‘bangun sendiri’.
Jika kamu punya perusahaan properti, misalnya. Maka cobalah menerapkan IKEA effect dengan mengajak serta pihak pemilik rumah melakukan hal seperti finishing, menambal bagian tertentu, atau tugas-tugas yang sederhana saja.
Ingin menerapkan efek ini dalam bisnismu? Tentu ini jadi tantangan tersendiri karena harus meningkatkan keterlibatan konsumen pada tugas-tugas yang butuh usaha.
Namun, tidak juga terlalu sulit dan mempengaruhi hasilnya secara keseluruhan. Begini penerapannya:
Memberi peran aktif ke pelanggan ketika membeli, akan mengubah persepsi mereka atas produk kamu.
Misalnya dengan menekan tombol, mengatur keranjang belanja, atau ubah pesanan. Nantinya meski tugas tersebut nampak sederhana tapi tetap bisa menimbulkan efek IKEA.
Jika bisnis yang kamu miliki berbasis B2B atau Business to Business, maka efek IKEA ini bisa kamu hadirkan dengan berbagai cara. Intinya untuk terus melibatkan klien lebih banyak. Misalnya dengan:
Setelah menerapkannya, maka akan ada efek atau dampak yang kamu terima. Rata-rata dampaknya memang positif, seperti:
Jika kamu melibatkan konsumen di proses pembuatan atau produksinya, maka nilai dan rasa kepemilikan atas produk tersebut juga ikut meningkat.
Dalam penelitian bahkan menunjukkan angka 63% untuk peningkatan nilai produk serta memicu pelanggan untuk kembali membeli produk terkait.
IKEA effect dalam marketing pun akan terasa, terutama jika objektif dari kamu adalah kepuasan pelanggan atau konsumen.
Jadi, setiap efek IKEA ini kamu terapkan, maka keterlibatan dari pelanggan atau konsumen bisa membuat kepuasan mereka juga meningkat.
Bukan tanpa dasar, tapi penelitian McKinsey juga menunjukkan kalau personalisasi produk itu berpengaruh. Pengaruh utamanya yakni mereka merasa lebih puas atas produk dan kesempatan mereka merekomendasikannya ke orang lain juga tinggi.
Ingin menciptakan pelanggan baru yang selalu beli apapun produk maupun layanan bisnismu? Coba saja terapkan IKEA effect. Pasalnya, ada studi dari Stanford University yang menunjukkan jika loyalitas terpengaruh oleh efek IKEA.
Dalam uraiannya, setiap konsumen yang merakit dan membangun produk mereka sendiri ternilai lebih loyal daripada konsumen dari pembeli produk jadi.
Jika ingin menerapkannya, ada langkah yang tidak boleh kamu lupakan yakni mendaftar merek agar setiap langkah marketing kamu bisa lebih leluasa.
Dengan merek yang sudah terdaftar, maka kamu sudah bisa memperoleh perlindungan hukum.
Sebelum mendaftarkannya, jangan lupa gunakan tools ‘Cek Merek’ dari Mebiso lebih dulu. Pasalnya, dengan tools dengan dukungan AI ini kamu bakal tahu seberapa besar persentase keberhasilan pendaftaran merek. Cek sekarang!
Merupakan fenomena psikologis yang menunjukkan bahwa orang cenderung memberi nilai tinggi dan menghargai produk yang mereka buat sendiri atau minimal ikut berpartisipasi dalam pembuatannya.
Terutama karena bias kognitif yang tercipta pada diri setiap konsumen yang merasa produknya telah ia buat sendiri.
Memastikan konsumen ikut melakukan sesuatu dalam proses pembuatan produk tanpa ada risiko besar kegagalan.