MEBISO.COM – Penghapusan merek kerap menjadi senjata andalan agar bisa mempertahankan merek. Apalagi kalau pemilik merek mendapatkan usulan penolakan karena sudah ada nama yang sama sebelumnya.
Tapi ternyata, senjata andalan ini mulai mengalami perubahan aturan main! Nah, agar kamu tidak keliru memanfaatkannya, berikut adalah penjelasan yang harus kamu pahami.
Sebelum melangkah lebih jauh, kamu harus paham mengenai strategi menghapus kepemilikan merek ini. Pada peraturan khusus mengenai merek, terdapat penjelasan mengenai alasan-alasan yang menyebabkan sebuah merek kehilangan hak kepemilikannya.
Selain menjadi sebuah catatan penting bagi pemilik merek, faktanya ketentuan ini menjadi alasan favorit para kompetitor yang mereknya terancam mendapatkan penolakan.
Untuk bisa menghapus sebuah kepemilikan merek, pengusaha harus bisa membuktikan kalau merek tersebut sudah tidak aktif selama 3 tahun berturut-turut. Banyak cara yang bisa kamu lakukan untuk membuktikan ketentuan ini.
Misalnya, dengan mengumpulkan bukti penjualan terakhir kali dari produk, atau bisa juga dengan berpatokan dari jadwal outlet beroperasi. Kalau ternyata dari transaksi produk dan juga aktifitas toko mendukung pendapatmu kalau bisnis tersebut vakum, maka kamu bisa aman menggunakan nama dari produk tersebut.
Sayangnya, batas waktu 3 tahun ini bisa menjadi bumerang khususnya bagi pengusaha-pengusaha yang masih dalam skala UMKM.
Kalau dalam waktu 3 tahun, siapa saja bisa menggunakan nama yang sama dengan milikmu dan bahkan menghilangkan hak kepemilikan merek, tentunya hal ini tidak bisa kamu anggap sepele.
Bayangkan, selama 3 tahun berturut-turut kamu harus terus menampakkan jejak terhadap bisnismu. Terlebih, kamu juga harus mempertimbangkan adanya tuntutan untuk segera mengajukan perlindungan merek.
Dengan adanya dua kondisi tersebut, kamu mungkin akan terburu-buru dalam menjalankan bisnis, sekaligus melakukan upaya perlindungan merek. Belum lagi dengan adanya ancaman kemunculan kompetitor baru dengan nama yang sama.
Alasan inilah yang kemudian mendorong pengusaha untuk mengajukan permohonan perubahan batas waktu penghapusan merek.
Akhir Juli lalu, Ricky Thio berhasil meyakinkan Majelis Hakim untuk memberikan sedikit keringanan untuk para pengusaha UMKM khususnya mengenai batas waktu 3 tahun untuk merek yang tidak aktif.
Pada putusan 144/PUU-XXI/2023 berdasarkan permohonan dari Ricky Thio untuk mengubah ketentuan tentang penghapusan merek. Khususnya mengenai batas waktu, yang tadinya hanya 3 tahun menjadi 5 tahun.
Bukan hanya tentang penghapusan, tapi putusan ini juga berpengaruh pada ketentuan mengenai pembatalan merek. Meskipun menggunakan dasar aturan yang sama, namun dua istilah ini memiliki artian yang berbeda.
Menghapus merek artinya menghilangkan hak kepemilikan sejak adanya permohonan dengan ketentuan merek tersebut tidak aktif dalam batas waktu tertentu. Misalnya, ketika suatu merek A berhasil mendapatkan perlindungan pada tahun 2021. Tapi, sampai dengan tahun 2024 merek A belum melakukan kegiatan bisnis apapun.
Di tahun 2024 muncul pengusaha lain yang berniat menggunakan nama merek A. Dengan mengumpulkan bukti-bukti kuat, maka merek A bisa beralih kepemilikannya kepada kompetitor baru tersebut.
Tentunya, meskipun permohonan penghapusan merek berhasil, pemohon juga masih harus mengajukan pendaftaran ulang dan melalui proses pemeriksaan kembali sesuai dengan prosedur.
Beda dengan prosedur pembatalan. Satu perbedaan paling mencolok antara keduanya ada pada alasannya. Merek itu bisa hapus karena berkaitan dengan jangka waktu penggunaannya.
Tapi hak merek bisa batal karena alasan yang beragam. Khususnya pada Pasal 20 dan 21. Sepanjang memenuhi syarat tersebut siapapun bisa mengajukan pembatalan. Meskipun untuk mendapatkan hak perlindungan pada merek yang sama juga harus melalui proses pemeriksaan dulu.
Meskipun menjadi pertimbangan kuat majelis hakim menjatuhkan putusan, tapi faktanya kepentingan pengusaha UMKM ini bukan menjadi satu-satunya alasan! Apalagi ternyata Ricky juga bukan merupakan orang pertama yang mengajukan permohonan.
Di akhir tahun 2023 lalu, muncul sebuah nama pengusaha UMKM yang juga berusaha mengajukan perubahan untuk ketentuan batas waktu ini. Terlalu fokus menggunakan kepentingan UMKM sebagai dasar permohonan, ternyata belum cukup untuk meyakinkan majelis hakim.
Permohonan Djunatan Prambudi ini harus berakhir dengan penolakan karena hanya menjelaskan mengenai kerugian UMKM dari adanya ketentuan mengenai batas waktu tersebut.
Agar Majelis menerima permohonan tersebut, setidaknya Djunatan juga perlu menyampaikan mengenai kerugian dari adanya batas waktu penghapusan merek dari sisi peraturan.
Karena alasan itulah, kemudian Ricky tidak lupa untuk membawa ketentuan perlindungan merek dari sisi peraturan. Ricky menggunakan aturan national treatment atau keharusan untuk berlaku adil bagi seluruh pengusaha di dunia.
Karena aturan merek juga berlaku sama di seluruh dunia, maka menurut Ricky sebaiknya Indonesia juga mematuhi ketentuan tersebut. Selain peraturan yang berlaku di dunia, Ricky juga membandingkan batas waktu tersebut dengan Undang-Undang Dasar.
Hal inilah yang kemudian menjadi alasan kuat Majelis Hakim untuk mengabulkan permohonan Ricky.
Dengan adanya ketentuan baru tentang penghapusan merek di atas, kamu perlu memperhatikan kembali jangka waktu pada perlindungan merekmu. Agar tidak terlewat, manfaatkan fitur Monitoring Merek yang bisa langsung mengirimkan notifikasi perkembangan merek langsung secara realtime!