MEBISO.COM – Kalau merek itu bersifat pribadi, lalu apakah pengusaha masih perlu surat penunjukkan prinsipal pemegang merek? Sebelum benar-benar membuat dokumen ini, kamu harus memahami penjelasan dalam artikel berikut.
Siapa yang bisa menjadi pemegang merek? Pemilik merek atau pemegang merek sempat beberapa kali disebutkan di dalam undang-undang. Sayangnya dalam masing-masing penggunaan istilah pemilik merek dalam undang-undang ini tidak ada satupun yang menyebutkan secara jelas mengenai siapa pemilik merek itu sendiri.
Tapi ada petunjuk yang menyampaikan kalau pemilik merek itu harus terdaftar. Beberapa pasal dalam undang-undang bahkan menyebutkan istilah “pemilik merek yang terdaftar”. Artinya, untuk bisa menjadi seorang pemilik merek, perlu dikaitkan dengan proses pendaftaran merek lebih dulu.
Petunjuk lainnya dalam proses pendaftaran merek, adalah pada aplikasi pendaftaran merek. Pada bagian pemilik merek, ada 2 pilihan yang bisa dipilih. Pertama adalah jenis pemilik perorangan dan yang kedua adalah perusahaan.
Dari sini, mulai terlihat petunjuk lainnya. Kalau yang bisa menjadi pemilik merek adalah perorangan atau perusahaan. Artinya jika menghubungkan dengan penjelasan dari awal maka pemilik merek terdaftar adalah perorangan atau perusahaan yang mendaftarkan merek ke DJKI.
Begitupun dengan pemegang merek, artinya adalah pihak-pihak yang bisa jadi merupakan perorangan atau perusahaan yang berhasil mendaftarkan mereknya ke DJKI. Selanjutnya, apakah pemegang merek terdaftar itu memerlukan surat penunjukkan prinsipal pemegang merek?
Secara praktik, dalam proses pendaftaran, DJKI tidak pernah mensyaratkan dokumen tersebut. Artinya ini bukanlah sebuah dokumen wajib untuk bisa mendapatkan hak merek. Lalu, kapan pemilik itu memerlukan dokumen tersebut?
Berikut adalah penjelasan mengenai dokumen penunjukkan tersebut termasuk kaitannya dengan pemegang merek.
Apa itu prinsipal? Menurut bahasa hukum, prinsipal ini artinya adalah pihak. Istilah ini banyak sekali di gunakan pada dokumen-dokumen perjanjian atau dalam menyebutkan para pihak dalam suatu hubungan.
Kalau begitu, pertanyaannya, apakah ada prinsipal dalam merek? Jika merujuk pada pengertian di atas yang menyebutkan prinsipal ini adalah pihak, artinya adakah pihak dalam merek itu sendiri?
Jawabannya adalah ada. Tentang merek, tidak bisa hanya menyebutkan mengenai pemilik merek, pengusaha, atau DJKI saja. Ada beberapa pihak lainnya yang juga bisa memanfaatkan merek.
Misalnya, pengguna franchise, dinas atau lembaga tertentu, dan bisa saja artis terkenal. Semua orang ini bisa memanfaatkan merek bahkan bisa juga menjadi pemilik dari suatu merek.
Di atas sudah di jelaskan kalau dalam hal pendaftaran merek, DJKI tidak akan meminta untuk melampirkan surat penunjukkan prinsipal pemegang merek. Hanya formulir dengan isian nama dari pemilik merek saja yang diperlukan.
Tapi, sepanjang penggunaan merek ini banyak sekali hal-hal selain pendaftaran yang harus diperhatikan oleh pengusaha. Apalagi ketika penggunaan merek ternyata tidak hanya untuk satu orang saja.
Ketika penggunaan merek itu untuk beberapa orang secara bersamaan, DJKI memberikan opsi pendaftaran secara kolektif. Atau bisa juga dengan memproses pendaftarannya atas nama perusahaan.
Ketika kelompok pebisnis menggunakan merek secara bersama-sama dan memutuskan untuk mendaftar merek kolektif, hal ini tidak akan menjadi masalah. Karena dalam proses pendaftaran merek dalam jenis ini, DJKI akan meminta pemohon untuk melampirkan surat perjanjian penggunaan merek secara bersama.
Tapi dokumen ini bukanlah surat penunjukkan prinsipal pemegang merek.
Lalu kapan pengusaha akan memerlukan dokumen penunjukkan prinsipal tersebut? Fungsi dari dokumen ini adalah untuk menentukan siapa yang berhak untuk menjadi pemegang merek.
Tentunya setelah selesai melakukan penentuannya, para pemilik merek itu tetap harus melakukan pendaftaran kepada DJKI. Dengan begitu, penunjukkan prinsipal ini akan resmi dan diakui oleh pemerintah.
Dalam memproses dokumen ini DJKI atau lembaga pemerintahan yang lain tidak membuat syarat tertentu. Sehingga bentuknya menjadi kebebasan para pihak yang membuat dokumen tersebut.
Contoh penggunaannya seperti ini, misalnya dalam suatu perusahaan yang terdiri dari beberapa orang, pendaftaran merek itu di putuskan untuk diproses salah satu orang saja. Walaupun hal ini diperbolehkan oleh DJKI, tetapi untuk bisa menjamin keamanan atau menghindari adanya masalah di kemudian hari, para pendiri perusahaan menyepakati hal ini.
Alasan dari pembuatan dokumennya juga bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan dari para pihak. Alasan yang paling sering di gunakan adalah demi keamanan. Pasalnya, penggunaan merek secara bersama-sama sedangkan pemilik yang sah hanya 1 orang sangat berisiko.
Dari sisi pemilik merek, keberadaan dokumen ini bisa menjadi pegangan apabila di kemudian hari ada pihak yang melakukan klaim terhadap mereknya. Apalagi dalam suatu perusahaan, perubahan aktor dalam perusahaan sangat mungkin terjadi.
Ditambah banyaknya pihak yang menjalankan perusahaan, bisa saja menjadi ancaman ketika tidak memiliki dokumen seperti surat penunjukkan tersebut.
Dari sisi perusahaan. Adanya dokumen ini bisa menjadi alat untuk menjaga ketertiban perusahaan. Konflik dalam dunia bisnis bukan hanya berdampak secara hukum saja, tapi bisa juga mempengaruhi keuntungan. Meskipun tidak ada kewajiban pengusaha untuk membuat surat penunjukkan prinsipal pemegang merek, tapi dokumen ini bisa menjadi opsi dalam menyelamatkan bisnis. Sebaliknya, ada satu hal wajib yang harus dilakukan pengusaha yaitu melakukan pengecekan merek dengan fitur Mebiso.