MEBISO.COM – Hasil karya sinematografi yang paling populer di Indonesia adalah seperti sinetron yang sampai saat ini masih banyak di gandrungi. Tidak hanya berupa sinetron, tapi sekarang ini Indonesia juga berani menciptakan film sebagai salah satu bentuk karya sinematografi.
Bahkan tidak kalah dengan negara lain, Indonesia sekarang juga semakin berani memamerkan karyanya kepada dunia. Tapi tunggu dulu, karena ternyata ada ketentuan dalam membuat karya sinematografi, salah satunya adalah mengenai hak cipta.
Simak artikel ini, agar kamu terhindar dalam kasus hak cipta dalam membuat karya!
Baca Juga: Perbedaan Hak Cipta dan Hak Paten
Pengertian Karya Sinematografi Adalah
Apa itu karya sinematografi? Berdasarkan bahasa, karya sinematografi bisa kita bongkar dari masing-masing istilah yang di gunakan. Pasalnya, karya sinematografi adalah gabungan dari beberapa istilah asing berikut:
- Kinema, berarti gerak
- Photos, berarti cahaya
- Graphos, berarti lukisan atau tulisan.
Sehingga kalau di gabungkan, istilah gerak, cahaya, dan lukisan atau tulisan itu bisa diartikan sebagai sebuah seni yang melibatkan cahaya untuk menghasilkan karya berbentuk lukisan atau tulisan yang bergerak.
Dari definisi tersebut, banyak karya yang bisa masuk sesuai dengan kategorinya. Misalnya, film, sinetron, dokumenter, kartun, dan jenis film lainnya. Bahkan karena tidak hanya menggunakan gambar, sebuah tulisan yang di buat sedemikian rupa untuk kemudian di tampilkan di layar kaca juga bisa termasuk ke dalam karya sinematografi.
Kalau menurut undang-undang, karya sinematografi itu adalah karya gambar bergerak yang dalam pembuatannya bisa menggunakan pita video, piringan, atau cakram optik. Untuk menampilkan karya tersebut, bisa dilakukan di bioskop, televisi, atau layar lebar.
Contoh Karya Sinematografi
Dari pengertian di atas, sudah di singgung mengenai beberapa contoh karya sinematografi sebagai berikut:
- Film karya Marcelinus Batara Goempar Siagian, yang berjudul “Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar”.
- Music video karya Bella Panggabean untuk musik milik Isyana & Rara Sekar dengan judul “Luruh”.
- Film perjuangan karya Hanung Bramantyo, dengan judul “Bumi Manusia”
Film-film besar yang berhasil mendapatkan beberapa penghargaan ini menjadi bukti kalau kualitas sinematografer Indonesia juga tidak kalah di bandingkan karya-karya asing. Penghargaan tersebut adalah bentuk penghargaan terhadap kreativitas seniman yang membuat karya.
Fungsi karya sinematografi juga berbeda-beda sesuai dengan karya yang dihasilkan, misalnya kita menggunakan contoh karya di atas, berarti fungsinya adalah:
- Film, memiliki fungsi sebagai hiburan, tapi kalau fokus pada film yang di buat oleh Marcelinus Batara Goempar Siagian, maka film ini juga ingin menyampaikan mengenai cerita Merry Riana yang ternyata banyak diminati orang lain.
Cerita seseorang bisa menjadi menarik bagi orang lain, baik dari penyampaian ceritanya, atau pesan yang bisa di ambil dari cerita itu. Inilah poin yang ingin di sampaikan dari karya Marcelinus.
- Music video, berbeda dengan film, pembuatan music video ini berfungsi untuk mendukung karya musik dari segi visualnya. Sehingga bisa mendukung pesan yang ingin di sampaikan melalui lagu tersebut.
- Film perjuangan juga memiliki fungsi yang berbeda dari film pada umumnya, film-film perjuangan banyak di ambil dengan setting pada zaman penjajahan. Sehingga, pencipta karya pada jenis ini ingin menyampaikan kepada generasi penerus mengenai perjuangan yang sudah dilakukan oleh para leluhur.
Selain program-program penghargaan yang sering kita dengar saat ini, nyatanya pemerintah juga tidak kalah dengan perusahaan swasta dalam hal memberikan penghargaan. Salah satunya adalah melalui perlindungan hak cipta.
Hak Cipta Karya Sinematografi
Hak cipta itu menjadi salah satu kekayaan intelektual, bagaimana perlindungan karya sinematografi sesuai sistem hak cipta, berikut adalah bentuk perlindungannya:
1. Hak moral
Pertama, semua seniman sinematografi itu bisa menuliskan namanya pada setiap karya yang di buat. Sederhana, tapi sebagai seorang seniman, penulisan nama ini penting agar bisa menjadi portofolio karya yang di hasilkan.
Tentunya, dalam hak cipta, pencantuman nama ini tidak bisa di anggap sepele. Sekali saja kamu mencatut atau hanya menampilkan karya seseorang tanpa menyebutkan namanya, kamu bisa di anggap sudah melakukan pelanggaran hak cipta.
Nama, termasuk juga sumber penulisan karya ilmiah. Kamu wajib menuliskan dari mana sumber kamu mendapatkan karya tersebut. Ditambah, akan lebih baik lagi kalau kamu menuliskan nama penciptanya.
2. Hak ekonomi
Satu hak yang tidak kalah serius dari hak moral adalah hak ekonomi. Hak ekonomi adalah suatu keuntungan pencipta untuk bisa mendapatkan hasil secara komersial dari karya yang di buatnya.
Beberapa sengketa yang terjadi terkait hak cipta, adalah untuk mendapatkan ganti kerugian. Atau, istilah dari peraturan adalah pelanggaran hak ekonomi ini. Karena merupakan suatu hak untuk mendapatkan keuntungan, maka hanya pencipta atau orang-orang yang memiliki hak saja yang bisa mendapatkannya.
Pencipta atau orang-orang yang memiliki hak, berarti ada dua jenis pihak yang di sebutkan di sini. Pertama adalah pencipta, lalu yang kedua adalah orang yang memiliki hak. Biasanya, pemilik hak selain pencipta itu disebut dengan pemegang hak.
Pencipta, adalah seseorang yang bisa secara otomatis menikmati kedua hak tersebut, sedangkan pemegang hak selain pencipta hanya bisa mendapatkan hak ekonominya saja. Hal ini berkaitan dengan sifat hak cipta yang eksklusif hanya berlaku untuk pemiliknya saja.
Jadi, dalam sengketa hak cipta, kamu harus benar-benar berhati-hati tentang pihak yang nantinya akan kamu lawan.
Pelanggaran Hak Cipta Karya Sinematografi
Pelanggaran hak cipta karya sinematografi nyatanya masih banyak terjadi di Indonesia. Bahkan beberapa sinetron Indonesia banyak yang di nilai secara terang-terangan menjiplak karya asing. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
1. Sinetron Dari Jendela SMP
Film Sinetron ini sempat di nilai meniru cerita dari drama korea populer yang berjudul Squid Games. Sinetron Dari Jendela SMP sempat menampilkan satu episode yang ceritanya hampir sama dengan konsep cerita Squid Game.
Hal ini mengakibatkan netizen ramai memberikan pendapatnya tentang pengambilan cerita tersebut. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap batasan adaptasi atau inspirasi karya, menyebabkan praktik plagiasi karya masih marak terjadi di Indonesia.
2. Penjiplakan film Kampus Unsoed
Sekitar tahun 2012 lalu, Bowo Leksono, seorang pemuda pernah membuat sebuah film di tahun 2010 dengan judul Ada Gula Semut. Sayangnya, film dokumenter tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Purbalingga tersebut kemudian di tampilkan di Youtube dengan tambahan logo Universitas Soedirman (Unsoed).
Kecewa terhadap tindakan Unsoed, Bowo pun melaporkan pihak kampus terhadap aksi plagiasi tersebut.
3. Pembajakan film Keluarga Cemara
Sebuah kasus pelanggaran hak cipta yang sampai ke ranah persidangan adalah pembajakan film Keluarga Cemara. Kasus yang terjadi di tahun 2021 ini, mengakibatkan pelaku pembajakan ini harus di hukum penjara selama 14 bulan.
Dari ketiga kasus yang terjadi di atas, penting bagi seluruh kreator untuk memisahkan adanya inspirasi maupun adaptasi terhadap karya lain. Terlebih, saat ini sudah semakin mudah untuk mengumpulkan bukti elektronik, bukan hanya pencipta yang bisa mempermasalahkan penjiplakan, tapi juga netizen.
Kamu tidak perlu khawatir dengan adanya pembajakan karya sinematografi seperti contoh di atas, karena kamu bisa mulai melakukan perlindungan kekayaan intelektual kamu dengan menggunakan fitur Proteksi Merek dari Mebiso.